Dwi Hertanty selaku Pemohon Prinsipal didampingi kuasanya mengajukan
permohonan
Pengujian UU Mahkamah Agung, Senin (6/10) di Ruang Sidang
Pleno Gedung MK
Nomor Perkara : 91/PUU-XII/2014
Pokok Perkara: : Pengujian
Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang Undang No.14 Tahun 1985 Tentang MAHKAMAH AGUNG terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Jakarta, 29 Agustus 2014
Kepada Yth,
Bapak
Ketua Mahkamah Konstitusi
di –
Jakarta
Dengan hormat,
Bersama ini perkenankanlah kami, Dwi Hertanty, Ibu rumah tangga, beralamat di Cluster Emerald Garden Blok H 20, Bintaro, RT 003 / RW 002, Kelurahan Parigi, Kecamatan Pondok Aren, Kotamadya Tangerang Selatan, selaku Terdakwa dalam Perkara Pengadilan Tinggi Jakarta No.158/PID/2014/PT.DKI jo. No.150/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Sel, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus bertanggal 28 Agustus 2014 memberi kuasa kepada Surya Bakti
Batubara, SH. MM., Palti Hutagaol, SH.
dan Robert Paruhum Siahaan, SH., seluruhnya para Advokat, dari Kantor SURYA BATUBARA & ASSOCIATES LAW FIRM,
berkantor di Wisma Intra Asia Gedung Annex 1 Lt. 2, Jl. Prof. DR. Soepomo, SH
No.58, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta,
12870, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa :
Selanjutnya disebut
sebagai ---------------------------------------------------------------
Pemohon;
Dengan ini mengajukan Permohonan Pengujian
Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu sebagai
berikut :
I.
KEWENANGAN MAHKAMAH
KONSTITUSI
1.
Bahwa, Pemohon memohon agar Mahkamah Konstitusi
(”MK”) melakukan pengujian terhadap Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, sepanjang mengenai frasa “perkara pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun”;
2.
Bahwa, Sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jo.
Pasal 10 ayat (1) huruf (a) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (UUMK), salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan
pengujian undang-undang terhadap UUD 1945;
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 antara lain menyatakan:
”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, ......”;
Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (1) huruf (a) UUMK antara lain
menyatakan:
“”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
a) menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ....”;
3.
Bahwa, Selain itu, Pasal 7 Undang-undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa
secara hierarkis kedudukan UUD 1945 lebih tinggi dari undang-undang, oleh karenanya
setiap ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Jika
terdapat ketentuan dalam undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, maka
ketentuan tersebut dapat dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian
undang-undang;
4.
Bahwa, Meskipun Pasal 60 UU MK menyatakan ”Terhadap materi
muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak
dapat dimohonkan pengujian kembali”, namun apabila terdapat alasan maupun
batu uji yang berbeda perkara tersebut masih dapat diuji kembali sebagaimana
praktek dan yurisprudensi Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi selama ini;
5.
Bahwa, Permohonan uji materil atas Undang-Undang Nomor 05 Tahun
2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, yang diajukan kali ini berbeda dengan Permohonan uji
materil Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG yang pernah diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebelumnya, dengan
penjelasan sebagai berikut:
a.
Berdasarkan catatan Pemohon, setidaknya terdapat 7 (tujuh) Putusan
Mahkamah Konstitusi mengenai Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, yaitu:
a.1. Perkara
Nomor 067/PUU-II/2004, yang menguji Pasal 36 Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
a.2. Perkara
Nomor 017/PUU-III/2005, yang menguji Pasal 11 ayat 1, Pasal 12 ayat (1),(2), Pasal 13 ayat (1),(2)
dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 05 Tahun
2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG
MAHKAMAH AGUNG
a.3. Perkara
Nomor 007/PUU-IV/2006, yang menguji Pasal 32 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan Pasal 11 ayat
(1), Pasal 12 ayat (1), (2), Pasal 13 ayat (1), (2) Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN
1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
a.4. Perkara
Nomor 23/PUU-V/2007, yang
menguji Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN
1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
a.5.
Perkara Nomor
28/PUU-X/2012, yang menguji Pasal 45A ayat (2) huruf c
Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
a.6.
Perkara Nomor 42/PUU-XI/2013,
yang menguji Pasal (1), Pasal 32 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN
1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
a.7.
Perkara Nomor 45/PUU-XII/2014,
yang menguji Pasal 45A ayat (1) dan ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
b.
Dari perkara-perkara tersebut di atas, tidak ada satupun yang menguji Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
c.
Bahwa Permohonan Pemohon kali ini memiliki perbedaan mendasar
dengan Perkara tersebut diatas dan belum pernah di uji oleh MK
Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, maka MK berwenang untuk memeriksa dan memutus Permohonan
Pengujian Undang-Undang ini.
II.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL
STANDING) PARA PEMOHON
6.
Bahwa, Pemohon adalah perorangan warga
negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nomor 3674034203850005;
7.
Bahwa, Pemohon adalah Terdakwa, warga
negara Indonesia dan telah divonis dalam Perkara Pengadilan
Tinggi Jakarta No.158/PID/2014/ PT.DKI jo. No.150/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Sel namun
tidak diperbolehkan mengajukan Kasasi, sehingga dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal
45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG;
Adanya frasa “perkara pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” dalam Pasal
45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, menyebabkan Pemohon tidak dapat mengajukan Kasasi, yang
tentu saja telah melanggar hak azasi Pemohon, yakni hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sehingga menimbulkan
kerugian atas hak-hak konstitusional pemohon yang dijamin oleh Pasal 28 D ayat
(1) UUD 1945;
8.
Bahwa, Pasal 51 ayat (1) UUMK menyatakan :
”Pemohon adalah pihak yang menganggap hak
dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang,
yaitu:
a.
perorangan warga negara Indonesia;
b.
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang;
c.
badan hukum publik atau privat; atau
d.
lembaga negara.”
Selanjutnya Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UUMK menyatakan:
“Yang dimaksud dengan “hak konstitusional”
adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.”
9.
Bahwa, berdasarkan Putusan Mahkamah
sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/ 2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor
11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007 dan putusan-putusan selanjutnya,
berpendirian bahwa kerugian hak dan/ atau kewenangan konstitusional sebagaimana
dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:
9.1.
Adanya hak dan/atau kewenangan
konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
9.2.
Hak dan/atau kewenangan
konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya
undang-undang yang dimohonkan pengujian;
9.3.
Kerugian konstitusional tersebut
harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial
yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
9.4.
Adanya hubungan sebab-akibat (causal
verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya undang-undang yang
dimohonkan pengujian;
9.5.
Adanya kemungkinan bahwa dengan
dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan
tidak akan atau tidak lagi terjadi;
Dengan
demikian maka ada lima
syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar.
Bahwa
berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa Pemohon
(Perseorangan Warga Negara Indonesia) memiliki kedudukan hukum (legal
standing) untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian
undang-undang ini, karena telah memenuhi syarat, yakni : Syarat pertama
adalah kualifikasi Pemohon sebagai warga negara Republik Indonesia, untuk
bertindak sebagai pemohon sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK.
Syarat kedua dengan berlakunya suatu undang-undang hak dan/atau
kewenangan konstitusional pemohon dirugikan. Syarat ketiga, kerugian
konstitusional tersebut bersifat spesifik. Syarat keempat kerugian
tersebut timbul akibat berlakunya undang-undang yang dimohon. Syarat
kelima, kerugian konstitusional tersebut tidak akan terjadi lagi kalau
permohonan ini dikabulkan.
10.
Bahwa, Sebagaimana disampaikan di atas, Pemohon adalah Terdakwa dan telah divonis dalam Perkara Pengadilan
Tinggi Jakarta No.158/PID/2014/ PT.DKI jo. No.150/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Sel namun
tidak diperbolehkan mengajukan Kasasi, sehingga merupakan “perorangan warga negara
Indonesia” yang dirugikan sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UUMK. Oleh
karena itu, Pemohon memiliki kualifikasi sebagai Pemohon Pengujian
Undang-undang.
11.
Bahwa, Selanjutnya, Pasal 45A Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004
tentang PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG menyatakan :
“Pasal 45A
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat
kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali
perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.
(2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas :
a. putusan tentang praperadilan;
b.
perkara pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda;
c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan
pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
(3) Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan
tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan
berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.
(4) Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dapat diajukan upaya hukum.
(5) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut
oleh Mahkamah Agung”;
12.
Bahwa, frasa “perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun” dalam Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG tersebut, mempunyai
peran utama dan sangat menentukan bahwa setiap orang (ic. Pemohon) yang didakwa
melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam Pasal 44 ayat (4) UU RI
No.23 / 2004 Tentang PKDRT, yang ancaman hukumannya adalah pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan, tidak boleh mengajukan
kasasi untuk mencari keadilan;
13.
Bahwa, berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG,
yang dalam hal ini adalah KUHAP, dalam Pasal 244 mengatur sebagai berikut :
“Terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain
daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan
bebas.”;
Bahwa, ketentuan ini merupakan pasal yang selaras hak dasar/hak
konstitusuonal untuk mendapatkan
keadilan yang terkandung di dalam Pasal 28D ayat (1) Undang Undang Dasar
1945;
14.
Bahwa, akibat adanya frasa “perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun” dalam Pasal 45A ayat (2) huruf b
Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, hak
Pemohon untuk mengajukan kasasi yang sebelumnya diperbolehkan oleh KUHAP, menjadi
terhalang;
15.
Bahwa, adanya frasa dalam Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG tersebut, telah
menimbulkan ketidakadilan, ketiadaan manfaat, dan ketidakpastian hukum, dan
juga membuat hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara Indonesia yang
dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menjadi tidak ada;
16.
Bahwa, berdasarkan seluruh uraian di atas menunjukkan bahwa
Pemohon adalah pihak yang mengalami kerugian konstitusional akibat diberlakukannya
pasal aquo, sehingga memiliki kedudukan hukum (legal standing)
untuk bertindak sebagai Pemohon dalam Permohonan Pengujian Undang-Undang ini;
III.
PERNYATAAN PEMBUKA
17.
Bahwa,
Pemohon di Dakwa oleh Jaksa Penuntut
Umum, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
“Bahwa ia Terdakwa DWI
HERTANTY als ANTY pada hari Selasa Tanggal 25 Juli 2013 sekitar jam 22.00 WIB.
atau setidaknya pada suatu waktu masih dalam bulan Juli 2013 bertempat di Giant
Point Square Lebak Bulus Jakarta Selatan atau setidak-tidaknya pada suatu
tempat masih dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah
melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga, yang dilakukan
oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa pada hari Selasa Tanggal 25 Juli
2013 sekitar jam 22.00 WIB., Terdakwa kebetulan ada di tempat tersebut yaitu di
Giant Point Square Lebak Bulus Jakarta Selatan dalam rangka ada yang mau
Terdakwa beli di Apotek dan tiba-tiba Terdakwa di hadang oleh Sdr. Rahman
Rezky, Sdr. Irwan Riyadi dan Sdr. Bambang Heru serta Security kemudian Sdr.
Rahman Rezky, Sdr. Irwan Riyadi dan Sdr. Bambang Heru langsung marah-marah dan
berteriak-teriak terhadap Terdakwa serta mau memukul Terdakwa di depan umum
sambil mereka mengucapkan, “ kamu kemana saja gak pulang-pulang, anak gak tau
diri, kena pengaruh ajaran sesat, penyembah berhala, dan Yesus kamu makan taik
”, kemudian Terdakwa di bawa ke Pos Security dan di bawa masuk ke ruangan pos
tersebut dengan ruangan dikunci dan didalam ruangan hanya ada Terdakwa, Sdr. Rahman Rezky, Sdr. Irwan Riyadi dan Sdr.
Bambang Heru.
Kemudian Sdr. Irwan Riyadi memukul Terdakwa
ke arah dahi dalam keadaan tangan dikepal sambil mengatakan “kemana saja kamu
selama ini” dan mengeluarkan kata-kata kotor terhadap Tuhan dan Agama Terdakwa
kemudian Sdr. Irwan Riyadi melakukan pemukulan yang kedua ke dada sedangkan
Sdr. Rahman Rezky memegangi kedua tangan Terdakwa dari belakang sambil
mendorong Terdakwa ke arah Sdr. Irwan Riyadi kemudian Terdakwa berusaha
untuk melepaskan pegangan Sdr. Rahman
Rezky tapi keras sekali pegangannya hingga terdakwa menggigit tangan Sdr.
Rahman Rezky agar melepaskan pegangannya tapi pegangan Sdr. Rahman Rezky sangat
keras kemudian Terdakwa mengembalikan badan dengan tetap berusaha melepas
pegangan Sdr. Rahman Rezky dengan cara menggigit dada Sdr. Rahman Rezky karena
gigitan Terdakwa menyebabkan Sdr. Rahman Rezky mengakibatkan luka-luka bekas
gigitan.
Bahwa benar akibat perbuatan Terdakwa DWI
HERTANTY als ANTY korban Sdr. Rahman Rezky mengalami ;
Hasil pemeriksaan :
-
Tampak bematon pada regio thoraRegio
Brachii kiri.
-
Kesimpulan :
-
Memar pada dada kanan, dada kiri dan
lengan atas kiri
-
Kelainan-kelainan tersebut
disebabkan oleh karena : Trauma tumpul.
Sesuai Visum Et
Repertum dari RS Pusat Pertamina yang ditandatangani oleh dr. Adhika Putra pada tanggal 26 Juli 2013;
Perbuatan
Terdakwa diatur dan diancam dalam Pasal 44 ayat (4) UU RI No.23
/ 2004 Tentang PKDRT;
18. Bahwa, Judex Facti sangat tidak
memahami duduk perkara a quo, yang sebenarnya telah diuraikan secara terang
benderang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yaitu sebagai berikut :
18.1.
Bahwa, pada hari Selasa Tanggal 25
Juli 2013, Terdakwa (yang kecil mungil) telah dicegat oleh tiga (3) orang
laki-laki berbadan besar;
18.2.
Bahwa, ketiga (3) orang laki-laki
berbadan besar tersebut langsung marah-marah dan berteriak-teriak terhadap
Terdakwa serta mau memukul Terdakwa di depan umum sambil mereka mengucapkan, “
kamu kemana saja gak pulang-pulang, anak gak tau diri, kena pengaruh ajaran
sesat, penyembah berhala, dan Yesus kamu makan taik ”;
18.3.
Bahwa, kemudian Terdakwa di bawa masuk
ke ruangan Pos Security dan ruangan pos tersebut dikunci, dan didalam ruangan
hanya ada Terdakwa (yang kecil mungil) beserta ketiga (3) orang laki-laki
berbadan besar tersebut;.
18.4.
Bahwa, salah seorang laki-laki
berbadan besar (bernama Irwan Riyadi) memukul Terdakwa ke arah dahi dalam
keadaan tangan dikepal sambil mengatakan “kemana saja kamu selama ini” dan
mengeluarkan kata-kata kotor terhadap Tuhan dan Agama Terdakwa;
18.5.
Bahwa, kemudian laki-laki berbadan
besar (bernama Irwan Riyadi) itu, melakukan pemukulan yang kedua ke dada
Terdakwa sementara laki-laki berbadan besar yang lainnya (bernama Rahman Rezky)
memegangi kedua tangan Terdakwa (yang kecil mungil) dari belakang sambil
mendorong Terdakwa ke arah laki-laki berbadan besar (bernama Irwan Riyadi) yang
bertugas memukul;
18.6.
Bahwa, kemudian Terdakwa (yang kecil
mungil) berusaha untuk melepaskan
pegangan laki-laki berbadan besar (bernama Rahman Rezky) tapi keras sekali
pegangannya hingga terdakwa menggigit tangan laki-laki berbadan besar (bernama
Rahman Rezky) agar melepaskan pegangannya, hal mana dilakukan untuk bisa
bertahan hidup (kalau tidak berusaha tentulah Terdakwa akan mati dipukuli oleh
ketiga orang laki-laki berbadan besar tersebut), namun pegangan laki-laki
berbadan besar (bernama Rahman Rezky) sangat keras
18.7.
Bahwa, kemudian Terdakwa membalikkan
badan dengan tetap berusaha melepas pegangan laki-laki berbadan besar (bernama
Rahman Rezky) dengan cara menggigit dada laki-laki berbadan besar (bernama
Rahman Rezky) tersebut, hal mana menyebabkan Terdakwa (yang kecil mungil) lepas
dan tidak jadi mati dipukuli oleh ketiga orang laki-laki berbadan besar
tersebut;
18.8.
Bahwa akibat gigitan Terdakwa DWI
HERTANTY als ANTY, laki-laki berbadan besar (bernama Rahman Rezky) mengalami ;
Hasil pemeriksaan :
-
Tampak bematon pada region
thoraRegio Brachii kiri.
Kesimpulan :
-
Memar pada dada kanan, dada kiri dan
lengan atas kiri
-
Kelainan-kelainan tersebut
disebabkan oleh karena : Trauma tumpul.
Sesuai Visum Et
Repertum dari RS Pusat Pertamina yang ditandatangani oleh dr. Adhika Putra Tanggal 26 Juli 2013.
19. Bahwa, Judex Facti tidak mencermati
dan tidak bisa menilai bahwa seandainya Terdakwa (yang kecil mungil) tidak
berusaha untuk melepaskan pegangan
laki-laki berbadan besar (bernama Rahman Rezky), Terdakwa (yang kecil mungil)
akan mati dipukuli oleh ketiga (3) orang laki-laki berbadan besar tersebut.
Oleh karena pegangan laki-laki
berbadan besar (bernama Rahman Rezky) sangat kuat maka mau tidak mau Terdakwa (yang kecil mungil) harus mengeluarkan jurus wanita yang lemah gemulai
yaitu GIGI.
Bahwa,
kekeliruan judex facti tingkat pertama dalam mengkonstatir fakta yang berkaitan
dengan “hal-hal yang menyertai perbuatan, yakni “alasan subyektif dan
obyektif yang mempengaruhi sikap bathin terdakwa”, telah mengakibatkan
judex facti tingkat pertama tidak mempertimbangkan tentang bahwa perbuatan
Terdakwa ini adalah tindakan Pembelaan darurat (Noodweer);
Bahwa berdasarkan
Pasal 49 (1) KUHP, yang berbunyi : “tidak dipidana, barang siapa melakukan
perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena adanya serangan
atau ancaman serangan yang melawan hukum pada ketika itu juga;
Menurut Adam
Cahzani Dalam Buku Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan &
Peringanan Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, Penerbit
PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 40, mengatakan :
“Unsur - syarat pembelaan darurat ialah :
-
Harus dilakukan
karena sangat terpaksa;
-
Untuk mengatasi
adanya serangan atau ancaman serangan seketika yang bersifat melawan hukum;
-
Serangan atau
ancaman serangan mana ditujukan pada 3 kepentingan hukum, ialah kepentimgan
hukum atas badan, kehornatan kesusilaan dan harta benda sendiri atau orang
lain;
-
Harus dilakukan
ketika adanya ancaman serangan dan berlangsungnya serangan atau bahaya masih
mengancam;
-
Perbuatan pembelaan harus seimbang
dengan serangan yang mengancam”;
Bahwa, unsur / syarat pembelaan darurat dalam perkara
ini terpenuhi, dengan alasan sebagai berikut :
a.
Bahwa,
persidangan ini telah mengungkapkan fakta-fakta sebagai berikut :
-
Latar belakang keluarga Terdakwa, baik sebelum maupun
setelah Perkawinan, tidak harmonis,
cekcok;
-
Terdakwa telah diserang dan “dikeroyok”
oleh 3 (tiga) orang laki-laki yang marah-marah
dan beringas;
- Diawali bentakan /
teriakan saat masih di parkiran Point Square;
-
Dilanjutkan dengan bentakan dan pemukulan di ruang sekuriti;
-
Sdr. Rahman Rezky membentak dan memegangi/menahan Terdakwa ;
Sdr. Irwan Riyadi membentak dan memukuli Terdakwa dan Sdr. Bambang Heru membentak-bentak terdakwa;
-
Terdakwa adalah wanita yang lemah dibandingkan dengan 3
(tiga) orang laki-laki yang membentak, mengeroyok dan memukuli Terdakwa;
-
Kakak Terdakwa (Irwan
Riyadi) yang memukul Terdakwa adalah yang pecandu narkoba;
-
Terdakwa berteriak minta tolong ketika dipukul dan
dibentak-bentak;
-
Terdakwa berusaha melarikan diri namun dipegang oleh Rahman
Rezky;
-
Kalaupun Terdakwa benar terjadi “pengigitan” (dibantah
Terdakwa), hal itu dilakukan secara secara “spontan” bersamaan dengan “serangan”
(pemukulan);
-
Tindakan Terdakwa masih “seimbang” dengan “serangan” /
aniaya yang diterima;
b.
Bahwa, berkaitan dengan perkara ini, Terdakwa memang wajib
untuk tidak menyakiti orang lain (menggigit), namun berdasarkan fakta-fakta
yang ada, Terdakwa “terpaksa” dan “terdesak” memilih jalan itu untuk
memenuhi hak/kewajiban hukum dalam berbentuk “menggigit”, dengan tujuan untuk
menyelamatkan dirinya. Bahwa hal ini
selaras dengan pendapat S.R.Sianturi
dalam Buku Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, Penerbit
Alumni Ahaem-Petehaem Jakarta
1986, halaman 284, mengatakan : “…….konkritnya, seseorang yang diserang
sebenarnya tidak boleh menyakiti apalagi sampai menghilangkan jiwa orang lain,
walaupun orang lain itu adalah penyerang. Tetapi dalam batas-batas tertentu
seperti ditentukan dalam Pasal 49, tidak dapat diharapkan bahwa seseorang
manusia yang mampu membela diri, akan berdiam diri saja. Sepanjang pembelaan
itu layak menurut perhitungan, maka pembelaan itu dibenarkan walaupun akan
ternyata merugikan kepentingan penyerang. Hanya anak-anak atau yang sangat
lemah/sakit antara lain yang tidak akan melakukan pembelaan fisik, dan tindakan
berdiam diri atau mengaduh bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum” ;
c.
Bahwa, dengan demikian jelaslah bahwa andaikata ada tindakan
“penggigitan” – quod non-, hal itu dilakukan bukan “dengan maksud” untuk
“melakukan kekerasan fisik” terhadap Saksi Korban, melainkan “dengan maksud”
untuk menyelamatkan diri dari serangan, pemukulan dan penganiayaan yang lebih
fatal terhadap Terdakwa;
20.
Bahwa, Pemohon yang didakwa melakukan perbuatan yang diatur
dan diancam dalam Pasal 44 ayat (4) UU RI No.23 / 2004 Tentang PKDRT, yang
ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan, telah di
putus bersalah oleh pengadilan dimana putusan Pengadilan Tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding
menjatuhkan hukuman pidana 2 bulan terhadap Pemohon;
21.
Bahwa, oleh karena adanya frasa “perkara pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” dalam
Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, Pemohon tidak diperbolehkan
mengajukan kasasi sehingga telah menghambat hak Pemohon untuk mencari keadilan.
22.
Bahwa, perlu diketahui bahwa maksud diadakannya pembatasan terhadap perkara yang dapat dimintakan kasasi
kepada MA disebutkan dalam penjelasan resmi Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, yaitu sebagai berikut :
“Pembatasan ini,
disamping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan ke
MA, sekaligus dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kwalitas putusan
Pengadilan Tingklat pertama dan pengadilan tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai
hukum dan keadilan dalam masyarakat ………”;
23. Bahwa
setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi;
24. Bahwa,
negara Republik Indonesia, sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 adalah
negara hukum;
25. Bahwa,
secara yuridis Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan jaminan semua warga
negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 27 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
26. Bahwa,
secara yuridis Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan jaminan yang
sangat kuat bagi pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Undang-Undang
Dasar 1945 dalam Pasal 28D ayat (1), menyediakan instrumen
berupa hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, dimana dinyatakan : ”Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”;
27.
Bahwa, norma konstitusi di atas berhakekatkan
hak asasi manusia yang berlaku bagi seluruh manusia secara universal. Dalam
kualifikasi yang sama, setiap manusia, termasuk di dalamnya Pemohon, sehingga
adalah tidak benar jika seseorang dilarang untuk mengajukan kasasi atas putusan
yang didakwa dengan ancaman pidana kurang dari 1 (satu) tahun;
28.
Bahwa, Pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud di atas juga
mencakup pengakuan, jaminan, dan perlindungan atas asas-asas hukum yang berlaku
universal. Salah satu asas hukum yang diakui eksistensinya dalam sistem hukum
Indonesia
adalah perlindungan dari tindakan semena-mena akibat ketentutan yang
bertentangan dengan hak asasi warga Negara;
29. Bahwa,
Pasal ini menimbulkan diskriminasi terhadap pencari keadilan, khususnya bagi
Pemohon untuk mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan yang dirasakan tidak
adil, hanya karena alasan berbeda ancaman hukuman;
30. Bahwa,
mengukur substansi keadilan tidak hanya terletak pada “berapa lama ancaman
pidananya”, tapi lebih dari itu, yakni apakah putusan yang diupaya hukumkan itu
telah dijatuhkan berdasarkan kebenaran dan keadilan yang sejati;
31.
Bahwa, sekali lagi- bahwa upaya
hukum (kasasi) untuk mencari keadilan yang seadil-adilnya tidak boleh
digantungkan pada “kecenderungan” dan/atau
“berapa lama ancaman pidana yang didakwakan”, dengan demikian berapa
lama pun pidana yang diancamkan tidaklah dapat
menghalangi seseorang untuk mengajukan upaya hukum kasasi;
32. Bahwa, dalam Penjelasan resmi Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, disebutkan bahwa alasan pembuatan ketentuan pasal
45 A hanya berdasarkan :
- Kecenderungan setiap perkata diakukan kasasi;
- Untuk meningkatkan kwalitas putusan PN dan PT;
Kedua alasan dalam penjelasan UU tersebut telah
melanggar dan merugian hak konstitusi Pemohon untuk mencari keadilan, karena :
- Frasa “kecenderungan” adalah bersifat relative atau tidak pasti, sehingga sesuatu yang tidak pasti, tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk menetaptan tentang sesuatu, apalagi oleh karena itu, lalu menghalangi seseorang untuk mencari keadilan tertinggi hanya berdasarkan alasan ” tidak diancam pidana lebih dari 1 (satu) tahun”;
- Selain itu, “kecenderungan” pastilah dilakukan oleh orang lain, sehingga tidak bisa berakibat kerugian konstitusional bagi personalitas Pemohon, yang merasa bahwa putusan mengenai dirinya sebagai tidak adil dan kemudian dilarang untuk mengajukan kasasi hanya sekedar karena “lama ancaman pidananya kurang dari 1 (satu) tahun”;
- Bahwa, larangan mengajukan kasasi atas putusan yang diancam pidana kurang dari satu tahun adalah bertentangan dengan hak konstitusi Pemohon;
33.
Bahwa, pembentuk undang-undang
seyogyanya tidak melucuti atau mengebiri hak konstitusional dari seseorang,
khususnya WNI dan tidak membuat hak yang untuk mengajukan kasasi yang
diskriminatis pada setiap orang;
34.
Bahwa, Ketentuan Pasal 45A a quo
merupakan pasal yang potensial dikualifikasi telah melanggar prinsip
penghormatan dan pengakuan terhadap hak asasi manusia, dalam hal ini hak
Pemohon. Dengan perumusan Pasal yang demikian, maka Pasal a quo tidak
proporsional dan berlebihan dan dengan sendirinya melanggar Pasal 28D
ayat (1) UUD 1945;
35.
Bahwa, apa yang dialami oleh Pemohon adalah
adanya putusan Pengadilan Tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding yang kwalitasnya
sangat rendah serta sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan
dalam masyarakat
36.
Bahwa, dengan demikian frasa “perkara pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” dalam
Pasal 45A Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, harus dinyatakan
tidak berlaku atau setidak-tidaknya ditunda penggunaannya sampai kwalitas putusan Pengadilan Tingkat
pertama dan pengadilan tingkat banding dapat ditingkatkan dan telah sesuai
dengan nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat;
37.
Bahwa, Oleh karena itu, tidak boleh ada
ketentuan hukum yang berada di bawah UUD 1945 yang langsung atau tidak langsung
membatasi hak untuk mencari keadilan yang dijamin oleh Konstitusi tersebut atau
memuat hambatan bagi seseorang untuk mencari keadilan;
IV.
ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PENGUJIAN PENGUJIAN PASAL 45A AYAT
(2) b Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG;
38.
Bahwa, sebelum adanya Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, semua perkara pidana dapat
diajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali
terhadap putusan bebas;
39.
Bahwa,
dengan demikian setiap orang dapat memperjuangkan keadilan bagi dirinya
masing-masing sampai tingkat pengadilan tertinggi sehingga Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
40.
Bahwa, ketentuan sebelum diberlakukannya
Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG,
adalah ketentuan yang diatur oleh KUHAP, dalam Pasal 244 dan Pasal 245, yang
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 244
Terhadap putusan perkara pidana yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah
Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan
kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Pasal 245
(1) Permohonan
kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus
perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan
pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
(2) Permintaan
tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh
panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas
perkara.
(3) Dalam
hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh
penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan
terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak
yang satu kepada pihak yang lain;
41.
Bahwa, setelah adanya Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, maka hak setiap
orang untuk mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas, telah dicabut, dibatasi dan dihilangkan;
42.
Bahwa, pembatasan yang dirasakan oleh
Pemohon pada saat ini adalah adanya frasa “perkara pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” dalam
Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, sehingga ketidak
adilan yang dialami oleh Pemohon semakin mempertajam rasa ke tidak adilan
tersebut;
43.
Bahwa,
Adanya “paksaan” agar menerima putusan Pengadilan Tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding yang tidak berkwalitas
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat,
merupakan pelanggaran Hak Azasi Manusia;
44.
Bahwa, Sementara itu, adanya frasa “perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun” dalam Pasal 45A ayat (2)
huruf b Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG tersebut menimbulkan ketidakadilan, ketidakmanfaatan, dan
ketidakpastian. Oleh karena itu, frasa “perkara pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun”
tersebut justru menimbulkan suatu keburukan (mudharat);
45.
Bahwa,
Akibat adanya frasa aquo, persoalan pencari keadilan menjadi carut
marut, karena masyarakat pada umumnya menggunakan KUHAP sebagai pedoman mencari
keadilan sementara lembaga peradilan menggunakan Undang-Undang Nomor
05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG tersebut;
46.
Bahwa, Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, telah menimbulkan dualisme
hukum dan Ketidakpastian
Hukum ditengah masyarakat pencari keadilan karena ada 2 ketentuan undang undang
yang berbeda isinya;
47.
Bahwa, Ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang diciptakan oleh
frasa “perkara pidana
yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” dalam Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG tersebut berakibat pada
inkonstitusionalitas frasa aquo;
48.
Bahwa, Untuk melihat inkonstitusionalitas frasa
“perkara pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” dalam Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG, patut kita mempertimbangkan
tujuan daripada hukum.
Tujuan hukum adalah
untuk mewujudkan keadilan (justice), kemanfaatan (utility) dan kepastian (legal
certainty). Sehingga, jika terdapat suatu ketentuan yang menimbulkan
ketidakadilan, ketidakmanfaatan, dan ketidakpastian, maka ketentuan tersebut
telah hilang rohnya karena tidak sesuai lagi dengan tujuan hukum;
49. Bahwa, selain perbedaan aturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG dengan KUHAP, Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, tersebut juga
bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum”;
50.
Bahwa, Oleh sebab itu, telah nyata adanya bahwa dalam Pasal 45A
Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG
MAHKAMAH AGUNG sepanjang mengenai frasa “perkara
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun”, bertentangan dengan UUD Negara RI 1945, khususnya Pasal
28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945 sehingga harus dinyatakan oleh Mahkamah
Konstitusi sebagai tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat
hukumnya;
51.
Bahwa, frasa “perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun” Dalam Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN
1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG, Menimbulkan Perlakuan
yang Tidak Sama dan Bersifat Diskriminatif;
52.
Bahwa,
Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara
RI 1945 menyatakan:
“Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” ;
53.
Bahwa,
Dari keseluruhan uraian di atas, jelas bahwa ketentuan Pasal 45A Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG sepanjang mengenai frasa “perkara pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” adalah bertentangan dengan UUD
1945, khusus ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sehingga harus dinyatakan
oleh MK sebagai tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat
hukumnya;
54. Bahwa,
berdasarkan hal-hal diatas mengingat Pasal 58 dan Pasal 63 UU Mahkamah
Konstitusi, yang menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tidak
berlaku surut dan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak
konstitusional Pemohon untuk mengajukan Kasasi atas Putusan Pengadilan
Tinggi Jakarta No.158/PID/2014/ PT.DKI jo. No.150/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Sel,
Pemohon mohon perkenan Majelis Hakim
Konstitusi untuk menerbitkan Putusan Sela atau yang lazim disebut
juga disebut Putusan Provisi, yang memerintahkan Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan untuk tidak menerbitkan Penetapan yang berisi bahwa permohonan
kasasi Pemohon dinyatakan tidak diterima sampai dengan adanya putusan perkara
ini;
V.
PETITUM.
Berdasarkan hal-hal yang
telah diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir, dengan ini Pemohon memohon Yang Mulia Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi berkenan memberikan putusan sebagai berikut :
Dalam Provisi
-
Menerima permohonan Provisi
Pemohon;
-
Memerintahkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak
menerbitkan Penetapan yang berisi bahwa permohonan kasasi Pemohon dinyatakan
tidak diterima sampai dengan adanya putusan perkara ini;
Dalam Pokok Perkara :
1.
Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2.
Menerima dan mengabulkan
permohonan pengujian Pasal 45 A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
terhadap Pasal
28 D ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Menyatakan
Pasal 45 A
ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG bertentangan
dengan Pasal
28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
4.
Menyatakan bahwa Pasal 45 A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG sepanjang menyangkut frasa “perkara pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28 D ayat (1);
5.
Menyatakan bahwa Pasal 45 A ayat (2) b Undang-Undang Nomor
05 Tahun 2004 tentang PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG sepanjang menyangkut frasa “perkara pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala
akibat hukumnya, sehingga Pasal 45 A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2004 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG menjadi selengkapnya berbunyi
sebagai berikut : “perkara pidana yang diancam dengan pidana
denda”;
6.
Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia
sebagaimana
mestinya;
Dan / atau apabila
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon :
Palti Hutagaol, SH. Robert
Paruhum Siahaan, SH.