Kamis, 16 Oktober 2014

Hakim yang terima suap, putusannya pasti aneh bin ajaib


Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT
jo.
Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG



Majelis Hakim Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT, adalah :

Ketua Majelis     : H. Bambang Edy Sutanto Soedewo, SH., MH.
Hakim Anggota  :  Nurnaeni Manurung, SH., MHum.
Hakim Anggota  :  H.Sugiya, SH., MH.


Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, adalah :

Ketua Majelis     :  Edi Firmansyah, SH.
Hakim Anggota  :   H. Al'an Basyier, SH. MH.
Hakim Anggota  :   Budi Hartono, SH.


Para Pihak dalam perkara ini, adalah :

Pembanding/semula Penggugat : Drs. Maruap Siahaan
Terbanding I/semula Tergugat   : Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor


Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi (Tergugat jadi-jadian) : PT. Swakarsa Wira Mandiri

Undang-undang yang digunakan dalam perkara ini adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 jo. Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah ditentukan siapa saja yang dapat menjadi Tergugat. Tergugat yang tercipta diluar ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 atau bertentangan dengan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986, dapat dikategorikan sebagai Tergugat jadi-jadian.

Pengertian Tergugat dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, adalah sebagai  berikut :

Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata  

Apabila ada Pihak Ketiga, yang ingin masuk dalam perkara ini maka pintu masuknya adalah Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 dan harus sesuai pula dengan penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, yang isinya sbb :


Pasal 83

1.      Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai :
a.       pihak yang membela haknya; atau
b.      peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa

2.      Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara sidang.
  1. Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.

 penjelasan Undang-undang No. 5 Tahun 1986

Pasal 83

Ayat (1) dan ayat (2)

Pasal ini mengatur kemungkinan bagi seseorang atau badan hukum perdata yang berada di luar pihak yang sedang berperkara untuk ikut serta atau diikutsertakan dalam proses pemeriksaan perkara yang sedang berjalan.

 Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal sebagai berikut :

1.     pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan.

Untuk itu ia harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang dituntutnya. Putusan sela Pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam berita acara sidang.

Apabila permohonan itu dikabulkan, ia di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.

Apabila permohonan itu tidak dapat dikabulkan, maka terhadap putusan sela Pengadilan itu tidak dapat dimohonkan banding. Sudah tentu pihak ketiga tersebut masih dapat mengajukan gugatan baru di luar proses yang sedang berjalan asalkan ia dapat menunjukkan bahwa ia berkepentingan untuk mengajukan gugatan itu dan gugatannya memenuhi syarat.

2.       Adakalanya masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berjalan karena permintaan salah satu pihak (penggugat atau tergugat)
  
      Di sini  pihak yang memohon agar pihak ketiga itu diikutsertakan dalam proses perkara bermaksud agar pihak ketiga selama proses tersebut bergabung dengan dirinya untuk memperkuat posisi hukum dalam sengketanya.

3.   Masuknya pihak ketiga ke dalam proses perkara yang sedang berjalan dapat terjadi atas prakarsa hakim yang memeriksa perkara itu.


Majelis Hakim Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT, hanya membuat pertimbangan hukum yang sangat singkat sekali, yaitu sbb :

"Menimbang,  bahwa setelah mempelajari dengan seksama Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tanggal 22 Januari 2014 Nomor 64/G/2013/PTUN-BDG beserta seluruh berkas perkara yang dimohonkan banding a quo, juga memori banding dari Penggugat/Pembanding ternyata tidak ada hal-hal baru yang dapat membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tanggal 22 Januari 2014 Nomor 64/G/2013/PTUN-BDG yang diajukan banding tersebut, oleh karenanya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menyatakan sependapat dengan pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung yang menerima eksepsi Tergugat II Intervensi/Terbanding II dan menyatakan gugatan Penggugat/Pembanding tidak dapat diterima"

MENGADILI :

  1. Menerima Permohonan banding dari Penggugat/Pembanding ;
  2. Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tanggal 22 Januari 2014 Nomor 64/G/2013/PTUN-BDG, yang dimohonkan banding tersebut.;
  3. Menghukum Penggugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah);
Mengapa Pengadilan Tingkat Banding, dalam hal ini Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, tidak mau memeriksa dan mengadili permohonan banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG yang memasukkan Pemohon Intervensi (PT. Swakarsa Wira Mandiri, yang menurut Tergugat masih satu group dengan PT. Sentul City Tbk.) sebagai Tergugat jadi-jadian dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG ?


Salah satu hal yang tidak bisa tidak atau mau tidak mau, harus dan wajib hukumnya bagi Pengadilan Tingkat Banding untuk memeriksa dan mengadili sesuai ketentuan Pasal 83 ayat 3 jo Pasal 124 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 adalah mengenai permohonan banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG yang memasukkan PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai Pihak Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang permohonan bandingnya baru bisa diajukan bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok perkara/sengketa.

Dalam memori banding dari Penggugat/Pembanding tersebut dalam pertimbangan hukum di atas, terdapat permohonan banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, yang selengkapnya dikutip sbb :

Memori Banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG

1.    Bahwa, sebelum Pembanding/semula Penggugat menyampaikan memori banding terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, tanggal 22 Januari 2014, terlebih dahulu Pembanding/semula Penggugat meyampaikan memori banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

                                                                        MENGADILI :

  1. Mengabulkan Permohonan Pemohon Intervensi tersebut;
  2. Menyatakan pemohon intervensi PT. SWAKARSA WIRAMANDIRI sebagai pihak dalam perkara Nomor:  64/G/2013/PTUN/-BDG  dan  didudukkan sebagai Tergugat II Intervensi;
  1. Menangguhkan biaya perkara yang timbul oleh adanya Putusan Sela ini, akan diperhitungkan bersama-sama dalam putusan akhir;

2.    Bahwa, oleh karena permohonan banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG (Pasal 83 ayat 3 jo Pasal 124 Undang-undang No. 5 Tahun 1986) yang memasukkan PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai Pihak Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG baru bisa diajukan bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok perkara/sengketa, telah menyebabkan terjadinya kecelakaan hukum yang sangat fatal, yaitu Majelis Hakim telah berpihak kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri yang terbukti tidak mempunyai hak sama sekali (tidak mempunyai legal standing) untuk masuk sebagai pihak intervensi dan telah menempatkan PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai Tergugat Intervensi (yang menurut ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 harus ditempatkan sebagai Penggugat Intervensi);

3.    Bahwa, masuknya Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG berdasarkan Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG dari Majelis Hakim, telah menimbulkan tanda-tanya besar bagi Pembanding/semula Penggugat, yaitu : Ada apa dengan Majelis Hakim perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang memasukkan PT. Swakarsa Wira Mandiri (yang tidak mempunyai Legal Standing) dan menempatkannya sebagai Tergugat Intervensi (yang seharusnya Penggugat Intervensi) dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG ???;

4.    Bahwa, pada saat berlangsungnya acara sidang pembuktian dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi hanya mampu memasukkan Satu Bukti Surat (Vide : Bukti T-II.Intv-1) untuk mengklaim tanah seluas 93,5 Ha sebagai miliknya yaitu Surat Pernyataan  Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997, tanggal 1 November 1997;
                                        
5.    Bahwa, Pembanding/semula Penggugat sangat heran melihat kemampuan berpikir Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang meyakini kebenaran dari Satu Bukti Surat (Satu Bukti Surat dimaksud bukan Sertifikat Hak Milik/bukan Sertifikat Hak Guna Bangunan/bukan Sertifikat Hak Guna Usaha/bukan Sertifikat Pakai) untuk membuktikan kepemilikan atas tanah seluas 93,5 Ha (sementara dalam ketentuan Pasal 107 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tertulis bahwa untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti) dan sudah berhak pula ditetapkan sebagai Pihak Intervensi, sementara Pembanding/semula Penggugat memasukkan 18 Bukti Surat disertai keterangan dari Kepala Desa yang bertugas saat ini di persidangan perkara a quo (dengan membawa buku tanah desa) dan 5 orang saksi untuk membuktikan kepemilikan tanah seluas 3.100 M2;

Bahwa, satu alat bukti surat yang diajukan oleh Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi yang diberi tanda T-II.Intv-1 hanya berupa Surat Pernyataan  Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997, tanggal 1 November 1997, yang mana menurut ketentuan Undang Undang No.5 tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria yang berlaku saat ini di Negara Republik Indonesia (Vide : Bukti P-2), pada BAB II, secara  LIMITATIF dan tegas mengatur tentang Hak-hak atas Tanah, Air dan Ruang Angkasa serta Pendaftaran Tanah, antara lain sebagai berikut :

Pasal 16

(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah:

a. hak milik,
b. hak guna-usaha,
c. hak guna-bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut-hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Pasal 19

(1)   Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2)   Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a.       pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b.      pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c.       pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pasal 28

(1)   Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

Pasal 32

(1)   Hak guna-usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

(2)   Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Dalam Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996, Bagian Ketujuh, Pasal 16 dengan tegas diatur mengenai Peralihan Hak Guna Usaha, yaitu sebagai berikut :

(1)   Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

(2)   Peralihan Hak Guna Usaha terjadi dengan cara:
a.       jual beli;
b.      tukar menukar;
c.       penyertaan dalam modal;
d.      hibah;
e.       pewarisan.

(3)   Peralihan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

(4)   Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar-menukar, penyertaan dalam modal dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(5)   Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.

(6)   Peralihan Hak Guna Usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Bahwa, seandainya benar bahwa Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi adalah sebagai pemegang hak guna usaha atas tanah terpekara/objek sengketa (quod-non), maka pastilah Terbanding/semula Tergugat (Kantor Badan Pertahanan Kabupaten Bogor) akan mencatatkannya dalam daftar buku tanah di kantor Pertahanan Kabupaten Bogor dan selanjutnya menerbitkan  Sertifikat Hak guna usaha atau apapun nama hak-nya sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 Undang-undang No.5 Tahun 1960, sedangkan fakta yang terungkap dipersidangkan pada saat acara Pembuktian, Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi hanya membuktikan satu alat bukti surat yaitu T-II.Intv-1;

Bahwa, selama proses persidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, PT. Swakarasa Wira  Mandiri selaku  Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi, tidak pernah membuktikan adanya peralihan hak dan pendaftaran hak tersebut, sehingga secara hukum pengakuan kepemilikannya atas tanah tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku dan oleh karenanya sudah selayaknya dinyatakan tidak mempunyai nilai pembuktian yang kuat, demikian juga dengan Terbanding/semula Tergugat (Kantor Pertahanan  Kabupaten Bogor), tidak dapat mempertahankan dalil sangkalannya akan adanya bukti kepemilikan lain di atas tanah milik Pembanding/semula Penggugat dengan mengajukan bukti dalam acara pembuktian pada persidangan perkara a quo;

Bahwa,  dengan demikian sudah barang tentu Putusan Sela yang menetapkan masuknya PT. Swakarsa Wira Mandiri selaku Tergugat  II Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG adalah kurang bukti karena ternyata  Tergugat II Intervensi (Intervenient) hanya membuktikan adanya 1 (satu) alat bukti surat (yang dalam ketentuan Pasal 107 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tertulis bahwa untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti), sedangkan 1 (satu) alat bukti surat tersebut bukanlah merupakan bukti kepemilikan yang sempurna.;

Bahwa, Majelis Hakim dalam Putusan Sela yang menetapkan masuknya PT. Swakarsa Wira Mandiri  selaku Tergugat II Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, adalah sebagai putusan yang keliru karena dalam kenyataannya PT. Swakarsa Wira Mandiri TIDAK DAPAT MEMBUKTIKAN DALIL INTERVENSI-nya, sehingga dengan demikian secara hukum  HARUSLAH DINYATAKAN DIKELUARKAN SEBAGAI PIHAK DALAM PERKARA  No.64/G/2013/PTUN-BDG;

Bahwa, karena ternyata Intervenient (Tergugat  II Intervensi) bukanlah sebagai pemilik atau pemegang hak atas objek tanah terperkara/objek tanah sengketa, sehingga berdasarkan hukum untuk menyatakan PT. Swakarsa Wira Mandiri bukanlah sebagai pihak dalam perkara ini, dan harus pula dinyatakan Intervenient (Tergugat II Intervensi) dicoret//dikeluarkan sebagai pihak dalam perkara ini, sehigga semua dalil Intervenient (Tergugat II Intervensi) baik dalil dalam Eksepsi maupun Pokok Perkara haruslah dikesampingkan/dianggap tidak pernah ada;

Bahwa, oleh karena PT. Swakarsa Wira Mandiri yang sudah terlanjur diterima sebagai Tergugat II Intervensi dalam perkara a quo harus dikeluarkan sebagai pihak dari perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG,  maka sudah barang tentu EKSEPSI yang diajukan TERGUGAT II INTERVENSI harus dinyatakan dikesampingkan dan ditolak  ;

6.    Bahwa, pada tanggal 19 November 2013 ketika Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi menyerahkan Satu Bukti Surat (Vide : Bukti T-II.Intv-1) yaitu Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997, tanggal 1 November 1997, Pembanding/semula Penggugat sempat mempertanyakan keaslian dari Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997 tersebut karena terdapat banyak kejanggalan yang dapat dilihat dengan mata yang normal sehingga patut diduga PALSU;

7.    Bahwa, untuk menggugah hati nurani (yang mungkin masih ada) dan pikiran Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG agar menggunakan Pasal 85 Undang-undang No.5 Tahun 1986, maka pada tanggal 26 November 2013, Pembanding/semula Penggugat mengirim surat Kepada Yth, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Cq. Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang pada pokoknya meminta bantuan untuk :

7.1.            Memeriksakan keaslian Bukti T-II.Intv-1 di Instansi Kepolisian (labkrim).

7.2.            Meminta Terbanding/semula Tergugat untuk membawa di persidangan perkara a quo, Surat Menteri Pertanian RI Nomor : PL.210/533/Mentan/XI/1992, Surat Menteri Pertanian RI Nomor : PL.210/541/B/III/1994 dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor : S-223/MK.016/1993, yang disebut Pembanding/semula Tergugat dalam Jawabannya pada halaman 6 butir b. untuk melihat apakah ada yang dialokasikan/dilepaskan kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri, karena Surat Menteri tersebutlah yang dipergunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Bukti T-II.Intv-1 yang diajukan Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi.

7.3.            Meminta informasi data kepada Departemen Keuangan, apakah pernah menerima uang sebesar Rp. 2.244.000.000,- dari PT. Swakarsa Wira Mandiri atau dari pihak manapun untuk kepentingan PT. Swakarsa Wira Mandiri, sesuai dengan apa yang tertulis dalam Bukti T-II.Intv-1 yang diajukan Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi.

8.    Bahwa, oleh karena Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG tidak bersedia menggunakan Pasal 85 Undang-undang No.5 Tahun 1986, maka pada tanggal 29 November 2013, Pembanding/semula Penggugat mengirim surat Kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Barat dan Kepada Menteri Keuangan (Vide : Bukti P-18a dan P-18b) agar turut serta membantu meneliti keaslian Bukti T-II.Intv-1 yang diajukan Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi dalam persidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG;

9.    Bahwa, berdasarkan Pasal 100 ayat 1 Undang-undang No.5 Tahun 1986 (khususnya ayat 1 huruf d.) dan fakta-fakta hukum yang ada dalam persidangan Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG yaitu setelah selesai acara sidang pembuktian, dapat terlihat dengan lebih jelas bahwa Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi tidak mempunyai bukti kepemilikan atas tanah eks PT. Perkebunan XI sehingga terbukti tidak mempunyai legal standing khususnya dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG yang obyek tanahnya adalah Girik C No. 3608, seluas 3.100 M2, dengan alasan sebagai berikut :

9.1.      Bahwa, berdasarkan Buku Tanah Hak Guna Usaha No.1/ Gunung Sindur atas nama PT. Perkebunan XI (Tanah Negara) dan Warkahnya, atas tanah seluas 808,5100 Ha (Vide : Bukti T-7 dan T-8), dapat dilihat bahwa seluruh tanah seluas 808,5100 Ha tersebut, telah habis dibagi-bagikan kepada Instansi Pemerintah maupun Swasta yaitu pihak-pihak yang namanya tertulis didalam Buku Tanah dan Warkahnya, namun tidak ada tertulis nama PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai pihak yang menerima bagian tanah dari PT. Perkebunan XI tersebut;

9.2.      Bahwa, Terbanding/semula Tergugat yang sungguh sangat mengerti mengenai kepada siapa saja tanah eks PT. Perkebunan XI dibagi-bagikan, menerangkan dalam dalil Jawabannya pada halaman 6 pada butir b,  bahwa berdasarkan Surat Menteri Pertanian RI Nomor : PL.210/533/Mentan/XI/1992, Surat Menteri Pertanian RI Nomor : PL.210/541/B/III/1994 dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor : S-223/MK.016/1993, pengalokasian tanah seluas 93,5 Ha hanya diberikan kepada Koperasi Karyawan PT. Perkebunan XI dan tidak pernah ada pengalokasian tanah seluas + 93,5 Ha kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri;

9.3.      Bahwa, PT. Perkebunan XI telah melepas hak atas tanah seluas 93,5 Ha (Halaman 6 butir c dalam Jawaban Terbanding/semula Tergugat), kepada Koperasi Karyawan PT. Perkebunan XI pada tanggal 09-07-1994, oleh karena itu, seharusnya PT. Swakarsa Wira Mandiri menciptakan Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah seluas 93,5 Ha dari Koperasi Karyawan PT. Perkebunan XI kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri;

9.4.      Bahwa, dalil Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi yang menyebut bahwa PT. Perkebunan XI telah melepas hak atas tanahnya seluas 93,5 Ha kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri berdasarkan Surat Pernyataan  Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997 (Vide : Bukti T-II.Intv-1), tanggal 1 November 1997, adalah bohong besar, dengan alasan sebagai berikut :

9.4.1.      Bahwa, pembagian tanah berdasarkan Buku Tanah Hak Guna Usaha No.1/ Gunung Sindur dan Warkahnya (Vide : Bukti T-7 dan T-8), tidak ada tertulis diberikan kepada yang namanya PT. Swakarsa Wira Mandiri;

 9.4.2.      Bahwa, Bukti T-II.Intv-1 dibuat berdasarkan atau mengacu pada Surat Menteri dimaksud dalam butir 17.2. di atas, yang tidak pernah  mengalokasikan tanah seluas + 93,5 Ha kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri;

9.4.3.      Bahwa, tanah seluas 93,5 Ha tersebut telah diserahkan kepada Koperasi Karyawan PT. Perkebunan XI pada tanggal 09-07-1994 (Halaman 6 butir c dalam Jawaban Terbanding/semula Tergugat), sehingga bagaimana mungkin tanah seluas 93,5 Ha tersebut bisa dilepas sekali lagi oleh PT. Perkebunan XI kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri pada tanggal 1 November 1997;

9.4.4.      Bahwa, Surat Pernyataan  Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997 (Vide : Bukti T-II.Intv-1), diciptakan sendiri oleh PT. Swakarsa Wira Mandiri (Vide : Bukti P-18a dan P-18b), dan Pembanding/semula Penggugat menduga  bukti T-II.Intv-1 adalah palsu, dengan alasan sebagai berikut :

9.4.4.1.      Bahwa, huruf yang digunakan pada halaman 1 sangat jelas terlihat berbeda dengan huruf yang digunakan pada halaman 2.;

9.4.4.2.      Bahwa, pada bagian paling bawah halaman 1 di sudut sebelah kanan, terdapat  tulisan  penghubung  halaman “g. Surat ……… “, yang artinya : pada bagian paling atas halaman 2 di sebelah kiri atau permulaan  kata dalam kalimat  pada  halaman 2,  seharusnya  tertera  kata  “g. Surat ………“ (yang merupakan sambungan butir f. pada halaman 1).;

9.4.4.3.      Bahwa, Surat Pernyataan Pelepasan Hak yang dibuat (diketik) pada hari SABTU tanggal 1 November 1997, langsung ditandatangani dan segera diantar ke PT. Swakarsa Wira Mandiri, kemudian secepatnya dibawa ke kantor Terbanding/semula Tergugat untuk diketahui dan dicatat oleh Terbanding/semula Tergugat, pada tanggal 1 November 1997 itu juga (pada hari dan tanggal yang sama), namun faktanya nama PT. Swakarsa Wira Mandiri tidak ada tertulis di Buku Tanah Hak Guna Usaha No.1/ Gunung Sindur dan Warkahnya  (Vide : Bukti T-7 dan T-8);

10.  Bahwa, obyek tanah yang diklaim oleh Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi sebagai milik PT. Swakarsa Wira Mandiri, sangat tidak jelas keberadaannya. Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi hanya bisa menyebut luasnya saja, letak dan batas-batas tanahnya tidak ada karena memang tidak mempunyai bukti kepemilikan yang sah, bukti pembayaran pajak atas tanah seluas 93,5 Ha sejak tahun 1997 s/d 2013 tidak ada dan bila memang tidak ada merupakan tindak pidana pengelapan yang sangat-sangat merugikan NEGARA, dll yang bila dibahas akan sangat banyak;

11.  Bahwa, Pembanding/semula Penggugat masih terus bertanya-tanya bagaimana caranya, Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi yang tidak mampu untuk membuktikan kepemilikannya atas tanah seluas 93.5 Ha yang diklaimnya sebagai milik PT. Swakarsa Wira Mandiri, bisa masuk sebagai Pihak Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG yang obyek tanahnya adalah tanah milik Pembanding/semula Penggugat yang dibeli melalui Akte Jual Beli No.1880/2009 yang dibuat oleh Miranti Tresnaning Timur SH., yang bertindak selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat sebagai Pejabat berdasarkan Surat Keputusan  Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5-XI-1996 pada tanggal 03 Juni 1996 (yang menurut Pasal 101 butir a Undang-undang No.5 Tahun 1986 merupakan akta otentik), yang dikenal dengan tanah milik adat Girik C No. 3608 (yang oleh Kepala Desa Curug yang bertugas pada saat ini, yang telah dipanggil oleh Majelis Hakim secara resmi untuk hadir dipersidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG karena Majelis Hakim meragukan tanah milik adat Girik C No. 3608, menerangkan dalam persidangan perkara a quo bahwa Girik C No. 3608, seluas 3.100 M2 yang termuat dalam Bukti P-4 adalah benar dan di buku tanah desa tertulis atas nama Darwih) Persil 108 D.I, seluas 3.100 M2, yang terletak di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dengan batas-batas tanah (Vide : Bukti T-3) sebagai berikut :
 -  sebelah utara                           :  tanah milik Rosad
 -  sebelah timur                           :  jalan desa
 -  sebelah selatan                        :  tanah milik Armini Lapoliwa
 -  sebelah barat                           :  tanah milik Armini Lapoliwa

12.  Bahwa, berdasarkan uraian di atas sangat jelas terlihat bahwa Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi tidak mempunyai legal standing untuk masuk sebagai pihak intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG dan oleh karena itu, segala hal yang disampaikan oleh Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi dalam persidangan Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung harus dikesampingkan dan dianggap tidak pernah ada;

13.  Bahwa, masuknya PT. Swakarsa Wira Mandiri atas permohonannya sendiri untuk diterima sebagai Pihak Intervensi dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG dan berdasarkan Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG dari Majelis Hakim telah dimasukkan sebagai Tergugat II Intervensi dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, telah menciderai Pasal 83 dan Pasal 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, yang mana PT. Swakarsa Wira Mandiri seharusnya disebut sebagai Penggugat Intervensi (bila memang memiliki legal standing) dan tidak berhak untuk mengajukan Eksepsi, dengan alasan sebagai berikut :

13.1.     Bahwa, dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah tertulis dengan sangat jelas dan tegas bahwa pengertian dari Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan. Pengertian Tergugat ini dituliskan dalam Pasal 1 (bukan dalam pasal terakhir) agar setiap orang (termasuk Majelis Hakim) harus terlebih dahulu membaca arti dari Tergugat barulah membaca pasal-pasal lainnya, sehingga tidak terjadi kesalahan mengenai siapa sebenarnya yang bisa/boleh menjadi Tergugat;

Pengertian Tergugat dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, adalah sebagai berikut :
Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata;

Oleh karena, PT. Swakarsa Wira Mandiri bukan merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya maka dapat dipastikan bahwa berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986, PT. Swakarsa Wira Mandiri tidak bisa/boleh dijadikan sebagai Tergugat Intervensi;


13.2.     Bahwa, berdasarkan Pasal 83 dan penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah sangat jelas dijelaskan bahwa apabila PT. Swakarsa Wira Mandiri yang masuk atas permohonannya sendiri haruslah disebut sebagai Penggugat Intervensi;

Bahwa penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, pada butir/angka 1, selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal sebagai berikut :
1.      pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan.

Untuk itu ia harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang dituntutnya. Putusan sela Pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam berita acara sidang.

Apabila permohonan itu dikabulkan, ia di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.

13.3.     Bahwa,  pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, yang menyatakan bahwa kepentingan Pemohon Intervensi paralel dengan kepentingan Tergugat adalah merupakan pertimbangan yang mengada-ada dan sangat keliru serta bertentangan dengan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986, dengan alasan sebagai berikut :

13.3.1.   Bahwa, Majelis Hakim tidak membaca ketentuan Pasal 83 (termasuk penjelasannya) dan Pasal 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, sebelum membuat pertimbangan hukumnya;

13.3.2.   Bahwa, Pemohon Intervensi adalah pihak ketiga yang berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara a quo (tidak paralel dengan siapapun) dan disebut penggugat intervensi dengan mengemukakan alasan serta hal yang dituntutnya (dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986);

13.3.3.   Bahwa, Terbanding/semula Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya sedangkan Pemohon Intervensi adalah Badan Usaha yang didirikan untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya;

13.3.4.   Bahwa, kepentingan Pemohon Intervensi adalah hendak menguasai tanah milik Penggugat dengan cara membuat Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997, yang patut di duga Palsu;

13.3.5.  Bahwa, kepentingan Penggugat adalah hendak mempertahankan hak atas tanah milik adat Girik C No. 3608 (yang oleh Kepala Desa Curug yang bertugas pada saat ini, yang telah dipanggil oleh Majelis Hakim secara resmi untuk hadir dipersidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, telah menerangkan dalam persidangan perkara a quo bahwa Girik C No. 3608, seluas 3.100 M2 yang termuat dalam Bukti P-4 adalah benar dan di buku tanah desa tertulis atas nama Darwih);

13.3.6.  Bahwa, sebenarnya bila ingin mengikuti Pertimbangan Hukum Majelis Hakim tentang teori keparalelan (yang jelas bertentangan dengan penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 yang menyatakan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara a quo), kepentingan Pemohon Intervensi adalah paralel dengan kepentingan Penggugat yang hendak mempertahankan hak atas tanah, dan bukan dengan Terbanding/semula Tergugat yang adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya;

14.  Bahwa, masuknya PT. Swakarsa Wira Mandiri dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG sebagai Tergugat II Intervensi dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG berdasarkan Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, telah memberikan hak kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri untuk mengajukan Eksepsi, hal mana sangat bertentangan dengan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 yang menempatkan PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai Penggugat Intervensi (bila memang memiliki legal standing) dan oleh karena itu, seharusnya sebagai Penggugat Intervensi harus memasukkan Gugatan Intervensi dengan mengemukakan alasan serta hal yang dituntutnya dan tidak berhak mengajukan Eksepsi;

15.  Bahwa, berdasarkan uraian di atas sangat jelas terlihat bahwa PT. Swakarsa Wira Mandiri harus disebut sebagai Penggugat Intervensi (bila memang memiliki legal standing) dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG dan tidak berhak mengajukan Eksepsi, sehingga Eksepsi yang disampaikan oleh Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi dalam persidangan Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG harus dikesampingkan dan dianggap tidak pernah ada;

Mengapa Para Hakim tersebut di atas, berani melanggar/mengenyampingkan/menganggap tidak ada beberapa Pasal/Ketentuan dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 jo. Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. ?

Dalam Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT jo. Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG,  terdapat ......... Pasal/Ketentuan dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1986 yang dilanggar/dikesampingkan/dianggap tidak ada, oleh Para Hakim yang mengadili perkara ini, yaitu sbb :

Pengertian Tergugat dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, adalah sebagai  berikut :


Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata  

Hakim yang mengadili Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, menetapkan bahwa Tergugat adalah PT. Swakarsa Wira Mandiri yang memiliki dana berlimpah-limpah (namun tidak memiliki wewenang Tata Usaha Negara)


Pintu masuk bagi Pihak Intervensi adalah Pasal 83 dan dalam penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah dijelaskan sbb :

Bahwa penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, pada butir/angka 1, selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal sebagai berikut :
1.      pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan.

Untuk itu ia harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang dituntutnya. Putusan sela Pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam berita acara sidang.

Apabila permohonan itu dikabulkan, ia di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.



Keanehan-keanehan dari Pertimbangan ............. dst


mohon maaf, tulisan ini belum selesai 
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap