Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT
jo.
Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG
Majelis Hakim Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT, adalah :
Ketua Majelis : H. Bambang Edy Sutanto Soedewo, SH., MH.
Hakim Anggota : Nurnaeni Manurung, SH., MHum.
Hakim Anggota : H.Sugiya, SH., MH.
Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, adalah :
Ketua Majelis : Edi Firmansyah, SH.
Hakim Anggota : H. Al'an Basyier, SH. MH.
Hakim Anggota : Budi Hartono, SH.
Para Pihak dalam perkara ini, adalah :
Pembanding/semula Penggugat : Drs. Maruap Siahaan
Terbanding I/semula Tergugat : Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor
Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi (Tergugat jadi-jadian) : PT. Swakarsa Wira Mandiri
Para Pihak dalam perkara ini, adalah :
Pembanding/semula Penggugat : Drs. Maruap Siahaan
Terbanding I/semula Tergugat : Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor
Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi (Tergugat jadi-jadian) : PT. Swakarsa Wira Mandiri
Undang-undang yang digunakan dalam perkara ini adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 jo. Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah ditentukan siapa saja yang dapat menjadi Tergugat. Tergugat yang tercipta diluar ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 atau bertentangan dengan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986, dapat dikategorikan sebagai Tergugat jadi-jadian.
Pengertian Tergugat dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, adalah sebagai berikut :
Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata
Apabila ada Pihak Ketiga, yang ingin masuk dalam perkara ini maka pintu masuknya adalah Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 dan harus sesuai pula dengan penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, yang isinya sbb :
Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah ditentukan siapa saja yang dapat menjadi Tergugat. Tergugat yang tercipta diluar ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 atau bertentangan dengan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986, dapat dikategorikan sebagai Tergugat jadi-jadian.
Pengertian Tergugat dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, adalah sebagai berikut :
Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata
Apabila ada Pihak Ketiga, yang ingin masuk dalam perkara ini maka pintu masuknya adalah Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 dan harus sesuai pula dengan penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, yang isinya sbb :
Pasal 83
1.
Selama
pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak
lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan
mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam
sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai :
a.
pihak yang membela haknya; atau
b.
peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang
bersengketa
2.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam
berita acara sidang.
- Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.
penjelasan Undang-undang No. 5 Tahun 1986
Pasal 83
Ayat
(1) dan ayat (2)
Pasal
ini mengatur kemungkinan bagi seseorang atau badan hukum perdata yang berada di
luar pihak yang sedang berperkara untuk ikut serta atau diikutsertakan dalam proses pemeriksaan perkara yang
sedang berjalan.
Masuknya
pihak ketiga tersebut dalam hal sebagai berikut :
1. pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin
mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai
dirugikan oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan.
Untuk itu
ia harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang
dituntutnya. Putusan sela Pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam
berita acara sidang.
Apabila
permohonan itu dikabulkan, ia di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak
yang mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.
Apabila permohonan itu tidak dapat dikabulkan, maka terhadap putusan sela Pengadilan itu tidak dapat dimohonkan banding. Sudah tentu pihak ketiga tersebut masih dapat mengajukan gugatan baru di luar proses yang sedang berjalan asalkan ia dapat menunjukkan bahwa ia berkepentingan untuk mengajukan gugatan itu dan gugatannya memenuhi syarat.
2. Adakalanya masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berjalan karena permintaan salah satu pihak (penggugat atau tergugat)
Di sini pihak yang memohon agar pihak ketiga itu diikutsertakan dalam proses perkara bermaksud agar pihak ketiga selama proses tersebut bergabung dengan dirinya untuk memperkuat posisi hukum dalam sengketanya.
3. Masuknya pihak ketiga ke dalam proses perkara yang sedang berjalan dapat terjadi atas prakarsa hakim yang memeriksa perkara itu.
Majelis Hakim Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT, hanya membuat pertimbangan hukum yang sangat singkat sekali, yaitu sbb :
"Menimbang, bahwa setelah mempelajari dengan seksama Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tanggal 22 Januari 2014 Nomor 64/G/2013/PTUN-BDG beserta seluruh berkas perkara yang dimohonkan banding a quo, juga memori banding dari Penggugat/Pembanding ternyata tidak ada hal-hal baru yang dapat membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tanggal 22 Januari 2014 Nomor 64/G/2013/PTUN-BDG yang diajukan banding tersebut, oleh karenanya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menyatakan sependapat dengan pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung yang menerima eksepsi Tergugat II Intervensi/Terbanding II dan menyatakan gugatan Penggugat/Pembanding tidak dapat diterima"
MENGADILI
:
- Menerima Permohonan banding dari Penggugat/Pembanding ;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tanggal 22 Januari 2014 Nomor 64/G/2013/PTUN-BDG, yang dimohonkan banding tersebut.;
- Menghukum Penggugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah);
Salah
satu hal yang tidak bisa tidak atau mau tidak mau, harus dan wajib hukumnya
bagi Pengadilan Tingkat Banding untuk memeriksa dan mengadili sesuai ketentuan Pasal 83
ayat 3 jo Pasal 124 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 adalah mengenai
permohonan banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG yang memasukkan
PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai Pihak Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang permohonan bandingnya baru bisa diajukan bersama-sama
dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok perkara/sengketa.
Dalam
memori banding dari Penggugat/Pembanding tersebut dalam pertimbangan hukum di atas, terdapat permohonan
banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, yang selengkapnya
dikutip sbb :
Memori Banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG
1.
Bahwa, sebelum Pembanding/semula Penggugat menyampaikan memori
banding terhadap Putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara Bandung dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, tanggal 22 Januari 2014, terlebih dahulu Pembanding/semula Penggugat meyampaikan memori banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, yang amarnya
berbunyi sebagai berikut :
MENGADILI
:
- Mengabulkan Permohonan Pemohon Intervensi tersebut;
- Menyatakan pemohon intervensi PT. SWAKARSA WIRAMANDIRI sebagai pihak dalam perkara Nomor: 64/G/2013/PTUN/-BDG dan didudukkan sebagai Tergugat II Intervensi;
- Menangguhkan biaya perkara yang timbul oleh adanya Putusan Sela ini, akan diperhitungkan bersama-sama dalam putusan akhir;
2.
Bahwa, oleh
karena permohonan banding terhadap Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG (Pasal 83 ayat 3 jo Pasal 124 Undang-undang
No. 5 Tahun 1986) yang memasukkan PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai
Pihak Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG
baru bisa diajukan bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan
akhir dalam pokok perkara/sengketa, telah menyebabkan terjadinya kecelakaan hukum yang
sangat fatal, yaitu Majelis Hakim telah berpihak kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri yang terbukti tidak mempunyai
hak sama sekali (tidak mempunyai legal standing) untuk masuk sebagai pihak intervensi
dan telah menempatkan PT. Swakarsa Wira
Mandiri sebagai Tergugat Intervensi (yang menurut ketentuan Undang-undang No. 5
Tahun 1986
harus ditempatkan sebagai Penggugat Intervensi);
3.
Bahwa, masuknya Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi
dalam Perkara
No.64/G/2013/PTUN-BDG berdasarkan Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG dari
Majelis Hakim, telah menimbulkan tanda-tanya besar bagi Pembanding/semula Penggugat,
yaitu : Ada apa dengan Majelis Hakim perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang memasukkan PT. Swakarsa Wira Mandiri (yang tidak mempunyai Legal
Standing) dan menempatkannya sebagai Tergugat Intervensi (yang seharusnya
Penggugat Intervensi) dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG ???;
4.
Bahwa, pada saat berlangsungnya
acara sidang pembuktian dalam Perkara
No.64/G/2013/PTUN-BDG, Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi
hanya mampu memasukkan Satu Bukti Surat (Vide
: Bukti T-II.Intv-1) untuk
mengklaim tanah seluas 93,5 Ha sebagai miliknya yaitu Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor :
14/Pel.HHT/KPN/1997, tanggal 1 November 1997;
5.
Bahwa, Pembanding/semula
Penggugat sangat heran melihat kemampuan berpikir Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang meyakini
kebenaran dari Satu Bukti Surat (Satu Bukti Surat dimaksud bukan Sertifikat Hak Milik/bukan
Sertifikat Hak Guna Bangunan/bukan Sertifikat Hak Guna Usaha/bukan Sertifikat Pakai)
untuk membuktikan kepemilikan atas tanah seluas 93,5 Ha (sementara dalam ketentuan Pasal 107 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tertulis
bahwa untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti) dan sudah berhak pula ditetapkan sebagai Pihak Intervensi,
sementara Pembanding/semula Penggugat memasukkan 18 Bukti Surat disertai keterangan dari Kepala Desa yang
bertugas saat ini di persidangan perkara a quo (dengan membawa buku tanah desa)
dan 5 orang saksi untuk membuktikan kepemilikan tanah seluas 3.100 M2;
Bahwa, satu
alat bukti surat yang diajukan oleh Terbanding
II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi yang diberi tanda T-II.Intv-1
hanya berupa Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor :
14/Pel.HHT/KPN/1997, tanggal 1 November 1997, yang mana menurut
ketentuan Undang Undang No.5
tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria yang berlaku saat ini di Negara
Republik Indonesia (Vide : Bukti P-2), pada BAB II,
secara LIMITATIF dan tegas
mengatur tentang Hak-hak atas Tanah, Air dan Ruang Angkasa serta Pendaftaran
Tanah, antara
lain sebagai berikut :
Pasal 16
(1) Hak-hak atas tanah
sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah:
a. hak milik,
b. hak guna-usaha,
c. hak guna-bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut-hasil
hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan
Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Pasal 19
(1)
Untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Pendaftaran
tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a.
pengukuran
perpetaan dan pembukuan tanah;
b.
pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c.
pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pasal 28
(1)
Hak
guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, dalam jangka
waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan.
Pasal
32
(1)
Hak
guna-usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan penghapusan
hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1)
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna
usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Dalam Peraturan Pemerintah
No.40 tahun 1996, Bagian Ketujuh, Pasal 16
dengan tegas diatur mengenai Peralihan Hak Guna Usaha,
yaitu sebagai berikut :
(1)
Hak
Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.
(2)
Peralihan
Hak Guna Usaha terjadi dengan cara:
a.
jual
beli;
b.
tukar
menukar;
c.
penyertaan
dalam modal;
d.
hibah;
e.
pewarisan.
(3)
Peralihan
Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada
Kantor Pertanahan.
(4)
Peralihan
Hak Guna Usaha karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar-menukar,
penyertaan dalam modal dan hibah dilakukan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
(5)
Jual
beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.
(6)
Peralihan
Hak Guna Usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat
keterangan waris yang dibuat oleh
instansi yang berwenang.
Bahwa, seandainya
benar bahwa Terbanding II
Intervensi/semula Tergugat II Intervensi adalah sebagai pemegang
hak guna usaha atas tanah terpekara/objek sengketa (quod-non), maka pastilah Terbanding/semula Tergugat
(Kantor
Badan Pertahanan Kabupaten Bogor) akan mencatatkannya dalam
daftar buku tanah di kantor Pertahanan Kabupaten Bogor dan selanjutnya
menerbitkan Sertifikat Hak guna usaha
atau apapun nama hak-nya sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 Undang-undang No.5
Tahun 1960, sedangkan fakta yang terungkap dipersidangkan pada saat acara
Pembuktian, Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi
hanya membuktikan satu alat bukti surat yaitu T-II.Intv-1;
Bahwa, selama proses
persidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG di Pengadilan
Tata Usaha Negara Bandung, PT. Swakarasa Wira Mandiri
selaku Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II
Intervensi, tidak
pernah membuktikan adanya peralihan hak dan pendaftaran hak tersebut, sehingga
secara hukum pengakuan kepemilikannya atas tanah tersebut
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku dan oleh karenanya sudah
selayaknya dinyatakan tidak mempunyai nilai pembuktian yang kuat, demikian juga
dengan Terbanding/semula Tergugat (Kantor
Pertahanan Kabupaten Bogor), tidak
dapat mempertahankan dalil sangkalannya akan
adanya bukti kepemilikan lain di atas tanah milik
Pembanding/semula Penggugat dengan mengajukan bukti dalam acara pembuktian pada persidangan
perkara a quo;
Bahwa, dengan demikian sudah barang tentu Putusan
Sela yang menetapkan masuknya PT.
Swakarsa Wira Mandiri selaku Tergugat II
Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG adalah kurang bukti karena
ternyata Tergugat II Intervensi
(Intervenient) hanya membuktikan adanya 1 (satu) alat bukti surat (yang dalam ketentuan
Pasal 107 Undang-undang
No. 5 Tahun 1986 tertulis bahwa untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti),
sedangkan 1 (satu) alat bukti surat
tersebut bukanlah merupakan bukti kepemilikan yang sempurna.;
Bahwa, Majelis Hakim
dalam Putusan Sela yang menetapkan masuknya PT.
Swakarsa Wira Mandiri selaku Tergugat II
Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, adalah sebagai putusan
yang keliru karena dalam kenyataannya PT. Swakarsa Wira Mandiri TIDAK DAPAT
MEMBUKTIKAN DALIL INTERVENSI-nya, sehingga dengan demikian secara hukum HARUSLAH DINYATAKAN DIKELUARKAN SEBAGAI PIHAK
DALAM PERKARA No.64/G/2013/PTUN-BDG;
Bahwa, karena ternyata
Intervenient (Tergugat II Intervensi)
bukanlah sebagai pemilik atau pemegang hak atas objek tanah terperkara/objek
tanah sengketa, sehingga berdasarkan hukum untuk menyatakan PT. Swakarsa Wira
Mandiri bukanlah sebagai pihak dalam perkara ini, dan harus pula dinyatakan
Intervenient (Tergugat II Intervensi) dicoret//dikeluarkan sebagai pihak dalam
perkara ini, sehigga semua dalil Intervenient (Tergugat II Intervensi) baik
dalil dalam Eksepsi maupun Pokok Perkara haruslah dikesampingkan/dianggap tidak
pernah ada;
Bahwa, oleh karena PT. Swakarsa Wira Mandiri yang sudah
terlanjur diterima sebagai Tergugat II Intervensi dalam perkara a quo harus
dikeluarkan sebagai pihak dari perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, maka sudah barang tentu EKSEPSI yang diajukan
TERGUGAT II INTERVENSI harus dinyatakan dikesampingkan dan ditolak ;
6.
Bahwa, pada tanggal 19 November
2013 ketika Terbanding II Intervensi/semula
Tergugat II Intervensi menyerahkan Satu Bukti Surat (Vide : Bukti T-II.Intv-1) yaitu Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah,
Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997, tanggal 1 November 1997, Pembanding/semula
Penggugat sempat mempertanyakan keaslian dari Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997 tersebut
karena terdapat banyak kejanggalan yang dapat dilihat dengan mata yang normal
sehingga patut diduga PALSU;
7.
Bahwa, untuk menggugah hati
nurani (yang mungkin masih ada) dan pikiran Majelis Hakim Perkara
No.64/G/2013/PTUN-BDG agar menggunakan Pasal 85 Undang-undang No.5 Tahun 1986, maka pada
tanggal 26 November 2013, Pembanding/semula Penggugat mengirim surat Kepada Yth, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung
Cq. Majelis
Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, yang pada pokoknya meminta bantuan untuk :
7.1.
Memeriksakan
keaslian Bukti T-II.Intv-1 di Instansi Kepolisian (labkrim).
7.2.
Meminta Terbanding/semula
Tergugat untuk membawa di persidangan perkara a quo, Surat Menteri Pertanian RI
Nomor : PL.210/533/Mentan/XI/1992, Surat Menteri Pertanian RI Nomor :
PL.210/541/B/III/1994 dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor : S-223/MK.016/1993,
yang disebut Pembanding/semula Tergugat dalam Jawabannya pada halaman 6 butir b. untuk melihat apakah ada yang
dialokasikan/dilepaskan kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri, karena Surat Menteri
tersebutlah yang dipergunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Bukti T-II.Intv-1 yang diajukan Terbanding II
Intervensi/semula Tergugat II Intervensi.
7.3.
Meminta informasi
data kepada Departemen Keuangan,
apakah pernah menerima uang sebesar Rp.
2.244.000.000,- dari PT. Swakarsa Wira Mandiri atau dari pihak manapun
untuk kepentingan PT. Swakarsa Wira Mandiri, sesuai dengan apa yang tertulis
dalam Bukti T-II.Intv-1 yang diajukan Terbanding II Intervensi/semula Tergugat
II Intervensi.
8.
Bahwa, oleh karena Majelis Hakim Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG tidak bersedia
menggunakan Pasal 85 Undang-undang No.5 Tahun 1986, maka pada tanggal 29 November 2013, Pembanding/semula
Penggugat mengirim surat Kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah
Jawa Barat dan Kepada Menteri Keuangan (Vide
: Bukti P-18a dan P-18b) agar turut serta membantu meneliti keaslian Bukti
T-II.Intv-1 yang diajukan Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi
dalam persidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG;
9.
Bahwa, berdasarkan
Pasal
100 ayat 1 Undang-undang No.5 Tahun 1986 (khususnya ayat 1 huruf d.) dan fakta-fakta hukum yang ada dalam persidangan Perkara
No.64/G/2013/PTUN-BDG yaitu setelah selesai acara sidang pembuktian, dapat
terlihat dengan lebih jelas bahwa Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II
Intervensi tidak mempunyai bukti kepemilikan atas tanah eks PT. Perkebunan XI
sehingga terbukti tidak mempunyai legal standing khususnya dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG
yang obyek tanahnya adalah Girik C
No. 3608, seluas 3.100 M2, dengan
alasan sebagai berikut :
9.1.
Bahwa,
berdasarkan Buku Tanah Hak Guna Usaha No.1/ Gunung Sindur atas nama PT.
Perkebunan XI (Tanah Negara) dan Warkahnya, atas tanah seluas 808,5100 Ha (Vide : Bukti T-7 dan T-8), dapat
dilihat bahwa seluruh tanah seluas 808,5100 Ha tersebut, telah habis
dibagi-bagikan kepada Instansi Pemerintah maupun Swasta yaitu pihak-pihak yang
namanya tertulis didalam Buku Tanah dan Warkahnya, namun tidak ada tertulis
nama PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai pihak yang menerima bagian tanah dari
PT. Perkebunan XI tersebut;
9.2.
Bahwa, Terbanding/semula
Tergugat yang sungguh sangat mengerti mengenai kepada siapa saja tanah eks PT.
Perkebunan XI dibagi-bagikan, menerangkan dalam dalil Jawabannya pada halaman 6 pada butir b, bahwa berdasarkan Surat Menteri Pertanian RI
Nomor : PL.210/533/Mentan/XI/1992, Surat Menteri Pertanian RI Nomor :
PL.210/541/B/III/1994 dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor : S-223/MK.016/1993,
pengalokasian tanah seluas 93,5 Ha hanya diberikan kepada Koperasi Karyawan PT.
Perkebunan XI dan tidak pernah ada pengalokasian tanah seluas + 93,5 Ha
kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri;
9.3.
Bahwa, PT.
Perkebunan XI telah melepas hak atas tanah seluas 93,5 Ha (Halaman 6 butir c dalam Jawaban Terbanding/semula Tergugat), kepada
Koperasi Karyawan PT. Perkebunan XI pada tanggal 09-07-1994, oleh
karena itu, seharusnya PT. Swakarsa Wira Mandiri menciptakan Surat Pernyataan
Pelepasan Hak atas Tanah seluas 93,5 Ha dari Koperasi Karyawan PT. Perkebunan
XI kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri;
9.4.
Bahwa, dalil Terbanding
II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi yang menyebut bahwa PT. Perkebunan
XI telah melepas hak atas tanahnya seluas 93,5 Ha kepada PT. Swakarsa Wira
Mandiri berdasarkan Surat Pernyataan
Pelepasan Hak atas Tanah, Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997 (Vide : Bukti T-II.Intv-1), tanggal 1 November 1997, adalah bohong besar,
dengan alasan sebagai berikut :
9.4.1.
Bahwa, pembagian
tanah berdasarkan Buku Tanah Hak Guna Usaha No.1/ Gunung Sindur dan Warkahnya (Vide : Bukti T-7 dan T-8), tidak ada
tertulis diberikan kepada yang namanya PT. Swakarsa Wira Mandiri;
9.4.2.
Bahwa, Bukti
T-II.Intv-1 dibuat berdasarkan atau mengacu pada Surat Menteri dimaksud dalam butir 17.2. di atas, yang tidak
pernah mengalokasikan tanah seluas +
93,5 Ha kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri;
9.4.3.
Bahwa, tanah
seluas 93,5 Ha tersebut telah diserahkan kepada Koperasi Karyawan PT.
Perkebunan XI pada tanggal 09-07-1994 (Halaman
6 butir c dalam Jawaban Terbanding/semula Tergugat), sehingga bagaimana mungkin
tanah seluas 93,5 Ha tersebut bisa dilepas sekali lagi oleh PT. Perkebunan XI kepada
PT. Swakarsa Wira Mandiri pada tanggal 1 November 1997;
9.4.4.
Bahwa, Surat
Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah,
Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997 (Vide : Bukti T-II.Intv-1), diciptakan sendiri
oleh PT. Swakarsa Wira Mandiri (Vide :
Bukti P-18a dan P-18b), dan Pembanding/semula Penggugat menduga bukti T-II.Intv-1
adalah palsu, dengan alasan sebagai berikut :
9.4.4.1.
Bahwa, huruf yang digunakan pada halaman 1 sangat jelas terlihat berbeda dengan huruf yang digunakan pada halaman
2.;
9.4.4.2.
Bahwa, pada
bagian paling bawah halaman 1 di sudut sebelah kanan, terdapat tulisan penghubung halaman “g.
Surat ……… “,
yang artinya : pada bagian paling atas halaman 2 di sebelah kiri atau permulaan
kata dalam kalimat pada halaman
2, seharusnya tertera kata “g. Surat
………“ (yang merupakan sambungan butir f.
pada halaman 1).;
9.4.4.3.
Bahwa, Surat
Pernyataan Pelepasan Hak yang dibuat (diketik) pada hari SABTU tanggal 1
November 1997, langsung ditandatangani dan segera diantar ke PT. Swakarsa Wira
Mandiri, kemudian secepatnya dibawa ke kantor Terbanding/semula Tergugat untuk
diketahui dan dicatat oleh Terbanding/semula Tergugat, pada tanggal 1 November
1997 itu juga (pada hari dan tanggal yang sama), namun faktanya nama PT.
Swakarsa Wira Mandiri tidak ada tertulis di Buku Tanah Hak Guna Usaha No.1/
Gunung Sindur dan Warkahnya (Vide : Bukti T-7 dan T-8);
10. Bahwa, obyek tanah yang diklaim oleh Terbanding II
Intervensi/semula Tergugat II Intervensi sebagai milik PT. Swakarsa Wira
Mandiri, sangat tidak jelas keberadaannya. Terbanding II Intervensi/semula
Tergugat II Intervensi hanya bisa menyebut luasnya saja, letak dan batas-batas
tanahnya tidak ada karena memang tidak mempunyai bukti kepemilikan yang sah,
bukti pembayaran pajak atas tanah seluas 93,5 Ha sejak tahun 1997 s/d 2013 tidak
ada dan bila memang tidak ada merupakan tindak pidana pengelapan yang
sangat-sangat merugikan NEGARA, dll yang bila dibahas akan sangat
banyak;
11.
Bahwa, Pembanding/semula
Penggugat masih terus bertanya-tanya bagaimana caranya, Terbanding II Intervensi/semula
Tergugat II Intervensi yang tidak mampu untuk membuktikan kepemilikannya atas
tanah seluas 93.5 Ha yang diklaimnya sebagai milik PT. Swakarsa Wira Mandiri, bisa masuk
sebagai Pihak Intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG
yang obyek tanahnya adalah tanah milik Pembanding/semula Penggugat yang
dibeli melalui Akte Jual Beli
No.1880/2009 yang dibuat oleh Miranti Tresnaning Timur SH., yang bertindak
selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat sebagai Pejabat berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5-XI-1996 pada tanggal 03 Juni
1996 (yang menurut Pasal 101 butir a
Undang-undang No.5 Tahun 1986 merupakan akta otentik), yang dikenal dengan
tanah milik adat Girik C No. 3608 (yang oleh Kepala Desa Curug yang
bertugas pada saat ini, yang telah dipanggil oleh Majelis Hakim secara resmi
untuk hadir dipersidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG karena Majelis Hakim meragukan tanah milik adat Girik C No.
3608, menerangkan dalam persidangan perkara a quo bahwa Girik C No. 3608,
seluas 3.100 M2 yang termuat dalam Bukti P-4 adalah benar dan di buku tanah desa
tertulis atas nama Darwih) Persil
108 D.I, seluas 3.100 M2, yang terletak di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dengan batas-batas tanah (Vide : Bukti T-3) sebagai berikut :
- sebelah
utara : tanah milik Rosad
- sebelah
timur : jalan desa
- sebelah
selatan : tanah milik Armini Lapoliwa
- sebelah
barat : tanah milik Armini Lapoliwa
12. Bahwa, berdasarkan uraian di atas sangat jelas
terlihat bahwa Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi tidak
mempunyai legal standing untuk masuk sebagai pihak intervensi dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG dan
oleh karena itu, segala hal yang disampaikan oleh Terbanding II
Intervensi/semula Tergugat II Intervensi dalam persidangan Perkara
No.64/G/2013/PTUN-BDG di Pengadilan Tata
Usaha Negara Bandung harus dikesampingkan dan dianggap tidak pernah ada;
13. Bahwa,
masuknya PT. Swakarsa Wira Mandiri atas
permohonannya sendiri untuk diterima sebagai Pihak Intervensi dalam Perkara
No.64/G/2013/PTUN-BDG dan berdasarkan
Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG dari Majelis Hakim telah dimasukkan
sebagai Tergugat II Intervensi dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, telah menciderai
Pasal 83 dan Pasal 1 Undang-undang No. 5
Tahun 1986, yang mana PT. Swakarsa Wira Mandiri seharusnya disebut sebagai
Penggugat Intervensi (bila memang memiliki legal standing) dan tidak berhak
untuk mengajukan Eksepsi, dengan alasan sebagai berikut :
13.1. Bahwa,
dalam ketentuan
pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah tertulis dengan sangat jelas dan tegas bahwa pengertian
dari Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan. Pengertian Tergugat ini dituliskan dalam Pasal 1 (bukan dalam pasal
terakhir) agar setiap orang (termasuk Majelis Hakim) harus terlebih dahulu
membaca arti dari Tergugat barulah membaca pasal-pasal lainnya, sehingga tidak
terjadi kesalahan mengenai siapa sebenarnya yang bisa/boleh menjadi Tergugat;
Pengertian Tergugat dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang
No. 5 Tahun 1986, adalah sebagai berikut :
Tergugat
adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang
digugat oleh orang atau badan hukum perdata;
Oleh karena, PT. Swakarsa Wira Mandiri bukan merupakan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang
ada padanya maka dapat dipastikan bahwa berdasarkan ketentuan Undang-undang No.
5 Tahun 1986, PT. Swakarsa Wira Mandiri tidak bisa/boleh dijadikan sebagai
Tergugat Intervensi;
13.2. Bahwa,
berdasarkan Pasal 83 dan penjelasan Pasal 83 Undang-undang
No. 5 Tahun 1986, telah sangat jelas dijelaskan
bahwa apabila
PT. Swakarsa Wira Mandiri yang masuk atas permohonannya sendiri haruslah disebut sebagai Penggugat Intervensi;
Bahwa penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, pada butir/angka 1,
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal
sebagai berikut :
1.
pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin
mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai
dirugikan oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan.
Untuk itu ia
harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang
dituntutnya. Putusan sela Pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam
berita acara sidang.
Apabila
permohonan itu dikabulkan, ia di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang
mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.
13.3. Bahwa, pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, yang menyatakan bahwa
kepentingan Pemohon Intervensi paralel dengan kepentingan Tergugat adalah
merupakan pertimbangan yang mengada-ada dan sangat keliru serta bertentangan dengan ketentuan Undang-undang No.
5 Tahun 1986, dengan alasan sebagai berikut :
13.3.1. Bahwa, Majelis Hakim tidak membaca ketentuan Pasal 83 (termasuk penjelasannya)
dan Pasal 1 Undang-undang No. 5 Tahun
1986, sebelum membuat pertimbangan hukumnya;
13.3.2. Bahwa, Pemohon Intervensi adalah
pihak ketiga yang berkedudukan sebagai
pihak yang mandiri dalam proses perkara a quo (tidak paralel dengan siapapun) dan disebut penggugat intervensi dengan mengemukakan
alasan serta hal yang dituntutnya (dapat dilihat dalam penjelasan
Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986);
13.3.3. Bahwa, Terbanding/semula
Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya sedangkan Pemohon Intervensi
adalah Badan Usaha yang didirikan untuk meraih keuntungan yang
sebesar-besarnya;
13.3.4. Bahwa, kepentingan Pemohon
Intervensi adalah hendak menguasai tanah
milik Penggugat dengan cara membuat Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah,
Nomor : 14/Pel.HHT/KPN/1997, yang patut di duga Palsu;
13.3.5. Bahwa,
kepentingan Penggugat
adalah hendak mempertahankan hak atas tanah milik adat Girik C No. 3608 (yang
oleh Kepala Desa Curug yang bertugas pada saat ini, yang telah dipanggil oleh
Majelis Hakim secara resmi untuk hadir dipersidangan perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG,
telah menerangkan dalam persidangan perkara a quo bahwa Girik C
No. 3608, seluas 3.100 M2 yang termuat dalam Bukti P-4 adalah benar dan di buku
tanah desa tertulis atas nama Darwih);
13.3.6. Bahwa,
sebenarnya bila ingin mengikuti Pertimbangan Hukum Majelis Hakim tentang teori
keparalelan (yang jelas bertentangan dengan penjelasan
Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 yang menyatakan sebagai
pihak yang mandiri dalam proses perkara a quo), kepentingan Pemohon Intervensi adalah paralel dengan kepentingan Penggugat yang hendak
mempertahankan hak atas tanah, dan bukan dengan Terbanding/semula Tergugat yang adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya;
14. Bahwa,
masuknya PT. Swakarsa Wira Mandiri dalam Perkara
No.64/G/2013/PTUN-BDG sebagai Tergugat II
Intervensi dalam Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG berdasarkan
Putusan Sela No. 64/G.Int/2013/PTUN-BDG, telah memberikan hak kepada PT. Swakarsa Wira Mandiri untuk mengajukan Eksepsi,
hal mana sangat bertentangan dengan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986
yang menempatkan PT. Swakarsa Wira Mandiri sebagai Penggugat Intervensi (bila memang
memiliki legal standing) dan oleh karena itu, seharusnya sebagai Penggugat Intervensi
harus memasukkan Gugatan Intervensi dengan mengemukakan alasan serta hal yang
dituntutnya dan tidak berhak mengajukan Eksepsi;
15. Bahwa, berdasarkan uraian di atas sangat jelas
terlihat bahwa PT. Swakarsa Wira Mandiri harus disebut sebagai Penggugat
Intervensi (bila memang memiliki legal standing) dalam perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG dan tidak berhak mengajukan Eksepsi, sehingga Eksepsi
yang disampaikan oleh Terbanding II Intervensi/semula Tergugat II Intervensi
dalam persidangan Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG harus
dikesampingkan dan dianggap tidak pernah ada;
Mengapa Para Hakim tersebut di atas, berani melanggar/mengenyampingkan/menganggap tidak ada beberapa Pasal/Ketentuan dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 jo. Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. ?
Dalam Perkara Banding No.164/B/2014/PT.TUN.JKT jo. Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, terdapat ......... Pasal/Ketentuan dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1986 yang dilanggar/dikesampingkan/dianggap tidak ada, oleh Para Hakim yang mengadili perkara ini, yaitu sbb :
Pengertian Tergugat dalam ketentuan pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, adalah sebagai berikut :
Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata
Hakim yang mengadili Perkara No.64/G/2013/PTUN-BDG, menetapkan bahwa Tergugat adalah PT. Swakarsa Wira Mandiri yang memiliki dana berlimpah-limpah (namun tidak memiliki wewenang Tata Usaha Negara)
Pintu masuk bagi Pihak Intervensi adalah Pasal 83 dan dalam penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, telah dijelaskan sbb :
Bahwa penjelasan Pasal 83 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, pada butir/angka 1,
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal
sebagai berikut :
1.
pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin
mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai
dirugikan oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan.
Untuk itu ia
harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang
dituntutnya. Putusan sela Pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam
berita acara sidang.
Apabila
permohonan itu dikabulkan, ia di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang
mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.
Keanehan-keanehan dari Pertimbangan ............. dst
mohon maaf, tulisan ini belum selesai
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap hakim suap hakim di suap hakim terima suap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar