UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
Presiden Republik
Indonesia,
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Menimbang :
- bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, tertib, dan berkeadilan;
- bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia;
- bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum;
- bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Advokat yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Advokat.
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81);
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327);
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400);
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713);
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778);
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG
ADVOKAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini.
2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili,
mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum
klien.
3.
Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa
hukum dari Advokat.
4.
Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang ini.
5. Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat
untuk menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi
dan peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi Advokat.
6. Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat
untuk mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal-hal yang merugikan
dirinya di dalam menjalankan profesinya ataupun kaitannya dengan organisasi
profesi.
7. Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat
berdasarkan kesepakatan dengan Klien.
8.
Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan
profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara
cuma-cuma kepada Klien yang tidak mampu.
10.
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
hukum dan perundang-undangan.
BAB II
PENGANGKATAN, SUMPAH, STATUS,
PENINDAKAN, DAN
PEMBERHENTIAN ADVOKAT
Bagian Kesatu
Pengangkatan
Pasal 2
(1)
Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar
belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus
profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.
(2)
Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(3) Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
Pasal 3
(1) Untuk dapat diangkat menjadi
Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.
warga negara Republik Indonesia;
2.
bertempat tinggal di Indonesia;
3.
tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
4.
berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
5.
berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
6.
lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
7.
magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor
Advokat;
8.
tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
9.
berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi.
(2) Advokat yang telah diangkat
berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan
praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sumpah
Pasal 4
1.
Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di
wilayah domisili hukumnya.
2.
Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai
berikut :
“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :
·
bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar
negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
· bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga;
·
bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum
akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan
keadilan;
·
bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar
pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat
pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi
perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;
·
bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban
saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai
Advokat;
·
bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi
jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian
daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.
3.
Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh
Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung,
Menteri, dan Organisasi Advokat.
Bagian Ketiga
Status
Pasal 5
Status
Pasal 5
(1)
Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh
hukum dan peraturan perundang-undangan.
(2)
Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia.
Bagian Keempat
Penindakan
Pasal 6
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
1.
mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
2.
berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan
seprofesinya;
3.
bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan
yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan
perundang-undangan, atau pengadilan;
4.
berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau
harkat dan martabat profesinya;
5.
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau
perbuatan tercela;
6.
melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.
Pasal 7
1.
Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
1.
teguran lisan;
2.
teguran tertulis;
3.
pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua
belas) bulan;
4.
pemberhentian tetap dari profesinya.
2.
Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
3. Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.
Pasal 8
1.
Penindakan terhadap Advokat dengan jenis tindakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, dilakukan oleh
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sesuai dengan kode etik profesi Advokat.
2.
Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap dalam huruf d, Organisasi
Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan
tersebut kepada Mahkamah Agung.
Bagian Kelima
Pemberhentian
Pasal 9
Pemberhentian
Pasal 9
(1)
Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh
Organisasi Advokat.
(2)
Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak hukum
lainnya.
Pasal 10
(1) Advokat berhenti atau dapat
diberhentikan dari profesinya secara tetap karena alasan:
- permohonan sendiri;
- dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau
- berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.
(2) Advokat yang diberhentikan
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berhak
menjalankan profesi Advokat.
Pasal 11
Dalam hal Advokat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) huruf b yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan
Negeri menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Organisasi Advokat.
BAB III
PENGAWASAN
Pasal 12
1.
Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
2.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat
dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat
dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
1.
Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang
dibentuk oleh Organisasi Advokat.
2.
Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas unsur Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.
3.
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan
keputusan Organisasi Advokat.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN ADVOKAT
Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap
berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara
yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi
dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam
menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan
pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Pasal 17
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data,
dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang
berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan
kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
1.
Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan
perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan,
ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
2.
Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara
Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Pasal 19
1.
Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh
dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang.
2.
Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk
perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan
perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.
Pasal 20
1.
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan
kepentingan tugas dan martabat profesinya.
2.
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian
sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan
dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
3.
Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi
Advokat selama memangku jabatan tersebut.
BAB V
HONORARIUM
Pasal 21
1.
Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan
kepada Kliennya.
2.
Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
BAB VI
BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA
Pasal 22
1.
Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari
keadilan yang tidak mampu.
2.
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum
secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VII
ADVOKAT ASING
Pasal 23
1.
Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik
dan/atau membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.
2.
Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau
tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi
Organisasi Advokat.
3.
Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk suatu
waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
4. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat
asing serta kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada dunia
pendidikan dan penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 24
Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) tunduk kepada
kode etik Advokat Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
ATRIBUT
Pasal 25
Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani
perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB IX
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN
ADVOKAT
Pasal 26
1.
Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik
profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.
2.
Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan
ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
3.
Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
4.
Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh
Organisasi Advokat.
5.
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran
kode etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat.
6.
Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan
tanggung jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi Advokat
mengandung unsur pidana.
7.
Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode
etik profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan
Organisasi Advokat.
Pasal 27
1.
Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
2.
Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan
Dewan Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan terakhir.
3.
Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas unsur Advokat.
4.
Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan membentuk
majelis yang susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar atau tenaga
ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat.
5.
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.
BAB X
ORGANISASI ADVOKAT
Pasal 28
1.
Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang
bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.
2.
Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para
Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3.
Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai
politik, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
Pasal 29
1.
Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik profesi Advokat
bagi para anggotanya.
2.
Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota.
3.
Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
4.
Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/atau
perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
5.
Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi kewajiban
menerima calon Advokat yang akan melakukan magang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf g.
6.
Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan
pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik bagi calon advokat yang
melakukan magang.
Pasal 30
1.
Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi Advokat adalah yang
diangkat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
2. Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi
anggota Organisasi Advokat.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat
dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
1.
Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang
telah diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai
Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2.
Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
3.
Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat
Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum
Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia
(APSI).
4.
Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang
ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.
Pasal 33
Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang
telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan
Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI),
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum
secara mutatis mutandis menurut Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang
baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan
yang baru sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini.
Pasal 35
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:
1.
Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in
Indonesie (Stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal
192 dengan segala perubahan dan penambahannya;
2. Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der
Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8);
3.
Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910
Nomor 446 jo. Stb. 1922 Nomor 523); dan
4.
Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522);
5.
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 36
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Telah Sah
pada tanggal 5 April 2003
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT
I.
UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan
secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut
antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality
before the law). Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar juga menentukan bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang
bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping
lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi
tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari
keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak
fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem
peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak
asasi manusia.
Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur
profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses
peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin
ber-kembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang
semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi,
negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut
memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum
nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam
penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Kendati keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana
dikemukakan, peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi Advokat
sampai saat dibentuknya Undang-undang ini masih berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam Reglement
op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb.
1847 : 23 jo. Stb. 1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala
perubahan dan penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der
Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848
: 8), Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 :
446 jo. Stb. 1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S
1922 : 522).
Untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan
yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta
sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh pelaksanaan tugas pengabdian
Advokat dalam kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang-Undang ini sebagaimana
diamanatkan pula dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999.
Dalam Undang-undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan
penting yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip
kebebasan dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan
penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat di
masa mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam
penyelenggaraan tugas profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam
menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsip-prinsip negara hukum pada
umumnya.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan
fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan
tinggi ilmu kepolisian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Indonesia” adalah bahwa pada
waktu seseorang diangkat sebagai advokat, orang tersebut harus bertempat
tinggal di Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang
setelah diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal dimanapun.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pegawai negeri” dan “pejabat negara”, adalah
pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan “pejabat negara”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian.
Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari:
- Pegawai Negeri Sipil;
- Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
- Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa Pejabat Negara terdiri dari:
1.
Presiden dan Wakil Presiden;
2.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
4.
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung,
serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
5.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
6.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
7.
Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
8.
Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
9.
Gubernur dan Wakil Gubernur;
10. Bupati/Walikota
dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
11. Pejabat
Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam huruf c mencakup Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Organisasi Advokat” dalam ayat ini adalah
Organisasi Advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (4)
Undang-undang ini.
Huruf g
Magang dimaksudkan agar calon advokat dapat memiliki pengalaman praktis
yang mendukung kemampuan, keterampilan, dan etika dalam menjalankan profesinya.
Magang dilakukan sebelum calon Advokat diangkat sebagai Advokat dan dilakukan
di kantor advokat.
Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, namun yang
penting bahwa magang tersebut dilakukan secara terus menerus dan
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah
Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan
keadilan
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah sebagaimana dirumuskan dalam
penjelasan Pasal 14.
Ayat (2)
Dalam hal Advokat membuka atau pindah kantor dalam suatu wilayah negara
Republik Indonesia, Advokat wajib memberitahukan kepada Pengadilan Negeri,
Organisasi Advokat, dan Pemerintah Daerah setempat.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam huruf c ini, berlaku bagi Advokat baik di dalam maupun
di luar Pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status advokat sebagai penegak
hukum, di manapun berada harus menunjukkan sikap hormat terhadap hukum,
peraturan perundang-undangan, atau pengadilan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penegak hukum lainnya” adalah Pengadilan Tinggi
untuk semua lingkungan peradilan, Kejaksaan, dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Advokat.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Advokat.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan,
tanpa rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi.
Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan
tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam
mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi
demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.
Yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam
setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini tidak mengurangi hak dan hubungan perdata
Advokat tersebut dengan kantornya.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan resiko,
waktu, kemampuan, dan kepentingan klien.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “hukum asing” adalah hukum dari negara asalnya
dan/atau hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” antara lain ahli agama dan/atau
ahli etika.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah pengurus partai
politik.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar